Dua calon presiden (capres) akan maju dalam putaran kedua pemilihan presiden Iran. Mantan perunding nuklir Iran yang ultrakonservatif, Saeed Jalili, akan bertarung menghadapi kandidat reformis dalam pemilihan presiden putaran kedua. Jalili dikenal luas karena sikapnya yang anti-Barat.
Jalili, 58, bertujuan untuk menyatukan faksi-faksi konservatif Iran yang terfragmentasi dalam upayanya menjadi presiden, seiring dia akan menghadapi Masoud Pezeshkian, seorang reformis, pada Jumat depan.
Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (29/6/2024), sebagai sosok yang relatif pendiam, Jalili akan berusaha meyakinkan para pemilih bahwa dialah yang paling cocok memimpin Iran di bawah bimbingan pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, yang memegang otoritas tertinggi di negara tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada pilpres putaran pertama, Jalili memperoleh lebih dari 9,4 juta suara, didukung oleh sejumlah besar pendukung garis keras yang menganut slogan "tidak ada kompromi, tidak ada penyerahan kepada Barat".
Lahir pada tanggal 6 September 1965, di kota Masyhad, Jalili berasal dari keluarga kelas menengah yang taat. Dia telah memegang beberapa peran senior sepanjang kariernya.
Dia saat ini adalah salah satu perwakilan Khamenei di Dewan Keamanan Nasional Tertinggi, badan keamanan tertinggi Iran.
Jalili bertempur dalam perang Iran-Irak 1980-88 dan terkena pecahan peluru di garis depan, sehingga kaki kanannya harus diamputasi.
Dari tahun 2007 hingga 2013, ia memimpin perundingan mengenai program nuklir Iran, dan secara konsisten berpegang pada sikap tanpa kompromi.
Dia dengan gigih menentang perjanjian nuklir tahun 2015 dengan Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya, dengan alasan perjanjian itu melanggar "garis merah" Iran dengan menerima inspeksi situs nuklir. Kesepakatan itu gagal pada tahun 2018.
Simak juga Video: Pilpres Iran Lanjut ke Putaran Kedua, Digelar 5 Juli 2024