Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang, Bagaimana Nasib Gencatan Senjata Gaza?

Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang, Bagaimana Nasib Gencatan Senjata Gaza?

Haris Fadhil - detikNews
Selasa, 18 Jun 2024 11:12 WIB
Israeli Prime Minister Benjamin Netanyahu convenes the weekly cabinet meeting at the Defence Ministry in Tel Aviv, Israel, January 7, 2024. REUTERS/Ronen Zvulun/Pool/File Photo Purchase Licensing Rights
Benjamin Netanyahu (Foto: REUTERS/Ronen Zvulun/Pool/File Photo Purchase Licensing Rights)
Tel Aviv -

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membubarkan kabinet perang usai ditinggal oleh Benny Gantz, pensiunan jenderal dan anggota parlemen yang dikenal sebagai tokoh moderat. Netanyahu kini diyakini bergantung pada mitranya dari kubu ultranasionalis yang dikenal menolak gencatan senjata dengan Hamas.

Dilansir Al-Jazeera dan Associated Press, Selasa (18/6/2024), pembubaran kabinet perang ini kemungkinan besar mengurangi peluang gencatan senjata di Jalur Gaza dalam waktu dekat. Kebijakan perang besar-besaran sekarang hanya akan disetujui oleh Kabinet Keamanan Netanyahu - sebuah badan yang didominasi oleh kelompok garis keras dan dikenal menentang proposal gencatan senjata yang didukung AS serta ingin melanjutkan perang di Gaza, Palestina.

Netanyahu diperkirakan akan berkonsultasi mengenai beberapa keputusan dengan sekutu dekatnya dalam pertemuan ad-hoc, kata seorang pejabat Israel yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang memberi pengarahan kepada media.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertemuan tertutup ini dapat menumpulkan pengaruh kelompok garis keras. Namun, Netanyahu sendiri tidak menunjukkan antusiasme terhadap rencana gencatan senjata dan ketergantungannya pada kabinet keamanan penuh dapat memberinya perlindungan untuk memperpanjang keputusannya.

Pembubaran kabinet perang ini diyakini semakin menjauhkan Netanyahu dari politisi garis tengah yang lebih terbuka terhadap perjanjian gencatan senjata dengan Hamas. Pembicaraan gencatan senjata selama berbulan-bulan telah gagal menemukan titik temu antara Hamas dan para pemimpin Israel.

ADVERTISEMENT

Baik Israel maupun Hamas enggan untuk sepenuhnya mendukung rencana yang didukung Amerika Serikat (AS). Perjanjian itu antara lain berisi pembebasan sandera, membuka jalan untuk mengakhiri perang, dan memulai upaya pembangunan kembali wilayah Gaza yang hancur.

Netanyahu sekarang akan bergantung pada anggota kabinet keamanannya, yang beberapa di antaranya menentang perjanjian gencatan senjata dan menyuarakan dukungan untuk menduduki kembali Gaza. Setelah kepergian Gantz, Menteri Keamanan Nasional ultranasionalis Israel, Itamar Ben-Gvir, menuntut dirinya masuk ke kabinet perang yang diperbarui.

Langkah yang diambil Netanyahu dengan membubarkan kabinet perang diyakini dapat membantu menjaga jarak dari Ben-Gvir, tetapi hal itu tidak dapat mengesampingkannya sama sekali. Langkah ini juga memberi Netanyahu kelonggaran untuk mengakhiri perang agar tetap berkuasa.

Para pengkritik Netanyahu menuduhnya menunda berakhirnya perang berarti penyelidikan atas kegagalan pemerintah pada 7 Oktober 2023 dan meningkatkan kemungkinan diadakannya pemilu baru ketika popularitas perdana menteri sedang rendah.

"Ini berarti bahwa dia akan membuat semua keputusan sendiri, atau dengan orang-orang yang dia percayai dan tidak menentangnya," kata Ketua Departemen Ilmu Politik di Universitas Ibrani Yerusalem, Gideon Rahat.

"Dan ketertarikannya adalah melakukan perang yang lambat," ujar Rahat.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Simak Video: Video Netanyahu Bubarkan Kabinet Perang Israel

[Gambas:Video 20detik]




2 Menteri Problematik di Sisi Netanyahu

Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich merupakan perwakilan dari konstituen ultra-Ortodoks dan sayap kanan dalam politik Israel. Mereka juga terkait erat dengan gerakan pemukim, yang berupaya membangun di tanah Palestina.

Keduanya telah mengancam akan mengundurkan diri jika Israel tidak melancarkan serangan ke Rafah di Gaza, yang merupakan rumah bagi 1,5 juta pengungsi. Keduanya juga mengancam akan mundur jika Netanyahu melanjutkan perjanjian gencatan senjata yang didukung AS sebelum mereka menganggap Hamas 'hancur'.

Ben-Gvir dan Smotrich juga mendukung pendirian permukiman ilegal di Gaza, menyusul 'migrasi sukarela' warga Palestina yang tinggal di sana - sebuah posisi yang sangat kontras dengan kebijakan perang resmi Israel. Terakhir adalah kedudukan internasional mereka, yang cukup bermasalah.

Tak satu pun sekutu Israel, termasuk AS, yang kemungkinan akan terlibat dengan salah satu politisi tersebut. Secara fundamental, keberadaan keduanya akan melemahkan peran potensial apa pun dalam kabinet perang.

Ben-Gvir dan Smotrich memiliki gabungan 14 kursi di parlemen Israel, Knesset. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan dengan Partai Persatuan Nasional pimpinan Gantz yang memiliki 12 kursi.

Penarikan diri dua menteri ultranasionalis itu akan menyebabkan runtuhnya kabinet koalisi dan berakhirnya masa jabatan Netanyahu. Netanyahu diyakini akan membentuk kabinet dapur yang lebih kecil, di mana diskusi dan konsultasi sensitif dapat dilakukan.

Menurut surat kabar Yedioth Ahronoth, badan baru tersebut akan mencakup Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Menteri Urusan Strategis Ron Dermer, serta Ketua Dewan Keamanan Nasional Tzachi Hanegbi. Ini juga akan menghalangi upaya Smotrich dan Ben-Gvir untuk bergabung dengan badan tersebut.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads