Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyebut sejauh ini hampir 500.000 orang mengungsi dari Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, saat ancaman invasi darat membayangi. Netanyahu juga menepis kekhawatiran luas soal potensi terjadinya "bencana kemanusiaan" di Rafah.
"Upaya kami yang bertanggung jawab telah membuahkan hasil. Sejauh ini, di Rafah, hampir setengah juta orang telah dievakuasi dari zona pertempuran," ucap Netanyahu dalam pernyataan terbaru, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Kamis (16/5/2024).
Komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu utama Israel, telah mendesak Tel Aviv untuk menahan diri melancarkan serangan darat secara besar-besaran di Rafah, di mana sekitar 1,4 juta orang mencari perlindungan dari perang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Netanyahu bersikeras menyatakan tidak ada bencana kemanusiaan di Rafah, seperti yang dikhawatirkan banyak pihak, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Bencana kemanusiaan yang dibahas-bahas tidak terjadi, dan tidak akan terjadi," tegas Netanyahu.
Israel, pekan lalu, mengabaikan peringatan internasional, termasuk dari AS, dan mengirimkan pasukan militernya bersama tank-tank ke wilayah Rafah bagian timur untuk memburu militan di sana.
PBB mengatakan pada Selasa (14/5) waktu setempat bahwa nyaris 450.000 orang telah mengungsi dari Rafah sejak Israel mengeluarkan perintah evakuasi untuk wilayah timur area tersebut pada 6 Mei lalu.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Sekitar 100.000 orang lainnya, menurut PBB, telah meninggalkan rumah-rumah mereka di tengah pertempuran baru yang berkecamuk di Jalur Gaza bagian utara. Hal itu berarti sekitar seperempat penduduk Jalur Gaza telah mengungsi lagi hanya dalam waktu seminggu.
"Pasukan kami bertempur di seluruh Jalur Gaza," ujar Netanyahu. "Kami melakukan hal ini sambil mengevakuasi penduduk sipil dan memenuhi komitmen kami terhadap kebutuhan kemanusiaan mereka," sebutnya.
Lebih lanjut dalam pernyataannya, Netanyahu menegaskan kembali tekad Israel untuk sepenuhnya menghancurkan Hamas, yang melancarkan serangan mematikan terhadap Tel Aviv pada 7 Oktober tahun lalu yang memicu perang di Jalur Gaza.
"Memusnahkan Hamas adalah langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa pada 'hari berikutnya', tidak akan ada elemen di Gaza yang mengancam kita," tegasnya.