Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa Boeing bisa dituntut atas dua kecelakaan pesawat jenis Boeing 737 MAX di Indonesia dan Ethiopia, yang menewaskan total 346 orang sekitar lima tahun lalu.
Seperti dilansir AFP, Rabu (15/5/2024), para pejabat Departemen Kehakiman AS dalam surat mereka kepada pengadilan federal di Texas pada Selasa (14/5) waktu setempat menyatakan bahwa Boeing telah melanggar kewajiban berdasarkan perjanjian yang melindunginya dari proses hukum atas kecelakaan tersebut.
Pihak Boeing mengatakan kepada AFP bahwa pihaknya telah menghormati ketentuan dalam perjanjian tersebut, dan mengungkapkan rencana untuk membela diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami meyakini bahwa kami telah menghormati ketentuan dalam perjanjian itu," tegas Boeing.
Para pejabat AS mengatakan dalam surat mereka bahwa Boeing telah melanggar melanggar kewajibannya berdasarkan perjanjian penuntutan yang ditangguhkan atau deferred prosecution agreement (DFA) dengan "kegagalan merancang, menerapkan, dan menegakkan program kepatuhan dan etika untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran undang-undang penipuan AS di seluruh operasinya".
Pelanggaran semacam itu, menurut para pejabat kehakiman AS, berarti Boeing bisa dituntut atas segala pelanggaran hukum federal terkait kecelakaan tersebut.
Pemerintah AS sedang mengevaluasi bagaimana tindakan selanjutnya dalam persoalan ini, dan telah mengarahkan Boeing untuk memberikan tanggapan resmi mereka pada 13 Juni mendatang.
Simak juga Video 'Tiga Pesawat Boeing 737 MAX 9 Lion Air Dikandangkan Sementara':
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Disebutkan juga bahwa para pejabat AS berencana untuk berunding dengan keluarga para korban tewas dalam kecelakaan Lion Air nomor penerbangan 610 dan kecelakaan Ethiopian Airlines nomor penerbangan 302.
"Ini merupakan langkah awal yang positif, dan bagi para keluarga, ini adalah langkah yang ditunggu sejak lama," ucap pengacara Paul Cassell yang mewakili keluarga para korban kecelakaan maut tersebut.
Cassell menyerukan adanya tindakan lebih lanjut dari Departemen Kehakiman AS, dan menyatakan bahwa dirinya akan mencari rincian mengenai "perbaikan yang memuaskan" atas kesalahan Boeing.
Pada Maret 2019 lalu, sebuah pesawat Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan oleh maskapai Ethiopian Airlines jatuh di wilayah tenggara Addis Ababa dan menewaskan 157 orang di dalamnya. Itu merupakan kecelakaan kedua dalam kurun waktu lima bulan yang dialami pesawat jenis Boeing 737 MAX 8.
Kecelakaan pertama terjadi pada Oktober 2018 dengan melibatkan Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan maskapai Lion Air yang jatuh ke Laut Jawa dan menewaskan 189 orang.
Kedua pesawat itu sama-sama jatuh tak lama setelah lepas landas, dan hasil penyelidikan menunjukkan adanya masalah dengan sistem penerbangan otomatis. Pesawat Boeing jenis 737 MAX 8 kemudian di-grounded dan dilarang terbang di banyak negara.
"Kami akan melakukan komunikasi dengan Departemen (Kehakiman AS) dengan sangat transparan, seperti yang kami lakukan sepanjang perjanjian itu," demikian pernyataan Boeing kepada AFP menyusul pernyataan Departemen Kehakiman AS.
Disebutkan juga bahwa komunikasi itu akan mencakup "tanggapan terhadap pertanyaan mereka setelah kecelakaan Alaska Airlines nomor penerbangan 1282". Boeing merujuk pada insiden panel jendela yang meletus dan copot di udara dalam insiden pada 5 Januari lalu.
Simak juga Video 'Tiga Pesawat Boeing 737 MAX 9 Lion Air Dikandangkan Sementara':