Israel terus menggempur Rafah di selatan Jalur Gaza, Palestina. Gempuran dilakukan Israel meski sekutunya Amerika Serikat (AS) mengancam akan menghentikan pasokan senjata.
Dilansir AFP, Kamis (9/5/2024), serang dilancarkan ke Rafah pada Kamis waktu setempat. Belum ada laporan terkait korban dalam gempuran terbaru Israel itu.
Israel diketahui menentang keberatan internasional dengan mengerahkan tank-tank militer dan melakukan "operasi terarah" di Rafah, yang merupakan kota perbatasan yang menghubungkan Jalur Gaza dengan Mesir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tel Aviv meyakini Rafah menjadi markas terakhir bagi batalion terakhir Hamas yang tersisa. Namun Rafah juga diketahui menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari satu juta pengungsi Palestina yang menghindari rentetan serangan Israel.
Sejumlah jurnalis AFP melaporkan gempuran besar-besaran melanda Rafah pada Kamis (9/5) pagi waktu setempat. Belum diketahui apakah gempuran itu memicu kerusakan atau memakan korban jiwa.
Militer Israel dalam pernyataan terpisah menyebut pasukannya juga menyerang "posisi Hamas" di Jalur Gaza bagian tengah.
Gempuran terbaru itu terjadi setelah seorang tentara Israel mengalami luka ringan saat perlintasan perbatasan Kerem Shalom dihantam serangan roket pada Rabu (8/5) tengah malam. Kerem Shalom menghubungkan wilayah Israel dengan Jalur Gaza bagian selatan.
Sehari sebelumnya, militer Israel mengatakan bahwa pasukannya melancarkan "operasi yang terarah di perlintasan perbatasan Rafah pada sisi Gaza", yang terletak di bagian timur Rafah.
Ancaman AS Setop Pasokan Senjata
Gempuran terhadap Rafah itu terjadi setelah Presiden AS Joe Biden mengancam akan menghentikan pasokan senjata untuk Israel, jika negara Yahudi itu melancarkan serangan darat secara besar-besaran terhadap Rafah.
Ancaman itu menjadi peringatan paling langsung yang disampaikan Biden kepada Israel sejak perang berkecamuk di Jalur Gaza tahun lalu.
"Saya telah memperjelas, jika mereka (militer Israel-red) masuk ke Rafah, saya tidak akan memasok persenjataan yang telah digunakan secara historis untuk mengatasi Rafah, untuk mengatasi kota-kota itu -- yang berurusan dengan masalah itu," ucap Biden dalam pernyataannya pada Rabu (8/5) waktu setempat.
"Kami tidak akan memasok senjata dan peluru artileri yang telah digunakan," tegasnya.
Israel pun memberikan tanggapan atas ancaman itu. Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Gilad Erdan, menyebut ancaman Biden untuk Tel Aviv itu "sangat mengecewakan".
"Ini adalah pernyataan yang sulit dan sangat mengecewakan untuk didengar dari seorang presiden yang selalu menjadi tempat kami berterima kasih sejak awal perang," ucap Erdan dalam pernyataan kepada radio Israel, Kan.
Pernyataan Erdan menjadi reaksi pertama dari Israel terhadap ancaman Biden.
Dalam tanggapannya, Erdan juga menyebut pernyataan Biden itu akan ditafsirkan oleh musuh-musuh Israel, seperti Iran, Hamas, dan Hizbullah, sebagai "sesuatu yang memberi mereka harapan untuk bisa sukses".
"Jika Israel dilarang memasuki wilayah penting dan sentral seperti Rafah di mana terdapat ribuan teroris, para sandera, dan para pemimpin Hamas, bagaimana tepatnya kami bisa mencapai tujuan kami?" tanya sang Dubes Israel untuk PBB.
"Ini bukan senjata defensif. Ini tentang serangan bom tertentu. Pada akhirnya Negara Israel harus melakukan apa yang menurutnya perlu dilakukan demi keamanan warganya," imbuhnya.