Pengadilan Rusia menjatuhkan hukuman delapan hari penjara terhadap seorang wanita yang berasal dari Saint Petersburg karena dia menulis kata "tidak untuk perang" pada kertas suara saat pilpres digelar pada akhir pekan lalu.
Tulisan itu menjadi bentuk protes terhadap operasi militer khusus Moskow di Ukraina yang diperintahkan oleh Presiden Vladimir Putin.
Seperti dilansir AFP, Kamis (21/3/2024), pemungutan suara selama tiga hari pada 15-17 Maret lalu menunjukkan Putin tidak tertandingi untuk masa jabatan kelima sebagai Presiden Rusia. Dengan kemenangan telak dalam pilpres, Putin akan terus menjabat setidaknya hingga tahun 2030 mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilpres Rusia diwarnai oleh aksi perusakan surat suara, dengan Putin dalam pidato kemenangannya memperingatkan bahwa warga Rusia yang melakukan hal semacam itu "harus ditindak".
Pengadilan distrik Dzerzhinsky, dalam putusan pada Rabu (20/3) waktu setempat, memerintahkan wanita bernama Alexandra Chiryatyeva itu untuk dipenjara selama delapan hari dan dijatuhi hukuman denda sebesar 40.000 Ruble atau setara Rp 6,7 juta.
Dalam putusannya, pengadilan menyatakan Chiryatyeva bersalah atas hooliganisme -- perilaku mengganggu atau melanggar hukum, dan "mendiskreditkan Angkatan Bersenjata Rusia".
"Chiryatyeva mengambil suarat suara dan dengan spidol merah menuliskan 'tidak untuk perang" di belakang surat suara sebelum memasukkannya ke dalam kotak suara," sebut pengadilan distrik Dzerzhinsky dalam putusannya.
"Dengan cara ini, Chiryatyeva merusak properti negara dan mendiskreditkan Angkatan Bersenjata Rusia," imbuh putusan pengadilan tersebut.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan juga 'Gedung Putih Sindir Kemenangan Putin di Pilpres Rusia: Semua Telah Diprediksi':
Disebutkan oleh pengadilan bahwa Chiryatyeva melakukan hal tersebut pada hari terakhir pemungutan suara, ketika kelompok oposisi Rusia menyerukan unjuk rasa terhadap pilpres yang dimenangkan dengan mudah oleh Putin.
Pilpres Rusia menuai kecaman negara-negara Barat dan para pengamat pemilu independen Rusia sebagai salah satu pemilu paling korup dalam sejarah pasca-Uni Soviet.
Moskow telah melakukan penindakan keras terhadap setiap perbedaan pendapat sejak pasukan Rusia menginvasi Ukraina dua tahun lalu.