Dua jurnalis Thailand ditangkap otoritas berwenang karena memberitakan aksi seorang aktivis yang mencoret-coret dinding sebuah kuil di Bangkok dengan simbol anarkis dan simbol yang kritis terhadap undang-undang (UU) lese-majeste.
Pemberitaan itu disampaikan nyaris setahun lalu, dengan kedua jurnalis ditangkap awal pekan ini. Seperti dilansir Reuters, Selasa (13/2/2024), pengumuman soal penangkapan kedua jurnalis itu disampaikan oleh Kepolisian Thailand dan para pengacara jurnalis itu kepada media pada Selasa (13/2) waktu setempat.
Disebutkan bahwa Nattaphol Meksobhon yang merupakan reporter untuk outlet berita online independen Prachatai, dan Nattaphon Phanphongsanon yang merupakan fotografer news freelance, ditangkap pada Senin (12/2) waktu setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Pengacara HAM Thailand yang mewakili keduanya, Nattaphol dan Nattaphon didakwa menjadi kaki tangan dalam aksi perusakan situs bersejarah dan vandalisme publik.
Tuduhan itu berasal dari liputan berita mereka pada Maret tahun lalu mengenai seorang aktivis yang mencoret-coret, dengan cat semprot, gambar simbol anarkis dan angka 112 yang dicoret pada dinding Kuil Buddha Zamrud yang terletak di dalam kompleks Grand Palace di Bangkok.
Angka 112 merujuk pada UU lese-majeste yang melindungi Raja Thailand dan anggota kerajaan dari kritikan, serta memiliki ancaman hukuman maksimum 15 tahun penjara untuk setiap penghinaan terhadap kerajaan.
Hukuman dalam UU lese-majeste itu dikritik secara luas oleh kelompok HAM internasional sebagai hukuman yang ekstrem.
Insiden coretan atau grafiti di dinding kuil Bangkok itu terekam dalam video dan diberitakan secara luas oleh media-media setempat.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Editor berita Prachatai, Tewarit Maneechai, dalam pernyataannya menyebut kedua jurnalis itu pergi untuk meliput berita tanpa mengetahui sebelumnya bahwa aktivis tersebut akan mencoret-coret dinding kuil.
"Mereka meliput berita sebagai jurnalis," ucap Tewarit.
Wakil Inspektur pada Kantor Polisi Phra Ratchawang, Letnan Kolonel Polisi Phawat Wattasupat, mengatakan kepada Reuters bahwa pihak kepolisian memiliki informasi yang cukup untuk mendukung penangkapan kedua jurnalis tersebut.
Dalam pernyataannya, Tewarit mengatakan rekan-rekannya tidak mengetahui soal dakwaan yang dijeratkan, meskipun surat perintah penangkapan telah dirilis sejak Mei tahun lalu. "Penangkapan mereka menciptakan ketakutan terhadap pemberitaan mengenai isu sensitif," sebutnya.
Kedua jurnalis itu ditahan semalaman dan akan dihadirkan dalam persidangan di pengadilan setempat pada Selasa (13/2) waktu setempat, untuk mendengarkan dakwaan secara resmi. Keduanya telah mengajukan pembebasan dengan jaminan.
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Thailand Srettha Thavisin dalam pernyataan terpisah mengatakan pemerintah telah bersikap "adil" terhadap kebebasan pers. Dia menambahkan bahwa terserah kepada kepolisian untuk melihat apa saja yang pantas dan yang tidak.
"Semuanya tergantung pada hukum, tidak ada pelecehan," ujarnya.