Amerika Serikat (AS) mendesak Papua Nugini untuk menolak tawaran China terkait pakta keamanan potensial. Washington memperingatkan negara Pasifik tersebut bahwa jaminan keamanan apa pun dengan Beijing akan memiliki konsekuensi dan biaya.
"Kami telah melihat bahwa komitmen China dalam bidang pertahanan atau investasi harus dibayar mahal. Itulah yang akan kami katakan kepada PNG (Papua Nugini)," ucap Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) AS Richard Verma dalam wawancara dengan Sydney Morning Herald, seperti dilansir Reuters, Senin (5/2/2024).
Menlu Papua Nugini Justin Tkachenko mengatakan kepada Reuters, pekan lalu, bahwa pihaknya sedang melakukan pembicaraan awal dengan China soal potensi kesepakatan keamanan. Beijing, sebut Tkachenko, menawarkan bantuan untuk Kepolisian Papua Nugini melalui pelatihan, peralatan dan teknologi pengawasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
AS dan sekutunya, Australia, selama beberapa dekade ini memandang Pasifik sebagai wilayah pengaruh mereka, dan berusaha menghalangi negara-negara kepulauan di sana untuk menjalin hubungan keamanan dengan China, terutama setelah Kepulauan Solomon menekan pakta keamanan dengan Beijing tahun 2022.
Verma, dalam wawancara yang dilakukan di sela-sela kunjungan ke Australia itu, mengatakan hal ini menjadi persaingan untuk mendapatkan pengaruh di wilayah yang kaya akan sumber daya tersebut. "Kita harus bersaing secara agresif," sebutnya.
Pernyataan Verma itu dirilis menjelang pidato Perdana Menteri (PM) Papua Nugini James Marape di parlemen Australia pada akhir pekan ini. Otoritas Port Moresby sebelumnya menyebut AS dan Australia sebagai mitra keamanan, sedangkan China disebut sebagai mitra ekonomi yang penting.
"Kami ingin melihat masyarakat memilih pengaturan keamanan atau peluang investasi atau konektivitas tingkat lanjut dengan negara-negara yang mematuhi aturan, yang memenuhi standar internasional," ujar Verma.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan juga 'Saat Kerusuhan Tewaskan 16 Orang, Papua Nugini Tetapkan Status Darurat':