Perdana Menteri (PM) Papua Nugini James Marape menjanjikan tindak tegas setiap "pelanggaran hukum" yang terjadi saat kerusuhan menyelimuti negaranya. Marape menegaskan bahwa para pelanggar hukum tidak akan ditoleransi.
Kerusuhan pecah ibu kota Port Moresby pada Rabu (10/1) waktu setempat setelah unjuk rasa memprotes pemotongan gaji dilakukan oleh sekelompok tentara, polisi dan sipir penjara setempat. Kerusuhan mulai terjadi pada sore hari, dengan massa yang marah membakar gedung dan menjarah toko-toko setempat.
Aksi rusuh itu menyebar hingga ke kota Lae yang berjarak 300 kilometer dari Port Moresby. Kedua kota itu merupakan dua kota terbesar di Papua Nugini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komisioner Kepolisian Papua Nugini David Manning, dalam pernyataan pada Kamis (11/1) waktu setempat, melaporkan bahwa sedikitnya 15 orang tewas akibat kerusuhan di kedua kota tersebut.
Rumah sakit terbesar di Port Moresby melaporkan pihaknya merawat 25 orang yang mengalami luka tembak dan enam orang lainnya yang luka-luka akibat serangan pisau.
Marape dalam pernyataannya menanggapi situasi terkini di negaranya, menyampaikan permohonan maaf kepada rakyatnya. Dia juga menegaskan bahwa melonjaknya "pelanggaran hukum" tidak akan ditoleransi.
"Saya ingin berbicara hari ini, berbicara kepada masyarakat, dan berbicara kepada negara. Ini adalah negara Anda dan juga negara saya. Melanggar hukum tidak akan mencapai hasil tertentu," tegas Marape saat berbicara dalam konferensi pers, seperti dilansir AFP, Kamis (11/1/2024).
Dalam pernyataannya, Marape menyebut kerusuhan terburuk telah mereda pada Kamis (11/1) pagi waktu setempat. Namun dia mengakui "ketegangan masih terasa di sana" di beberapa bagian wilayah Port Moresby.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.