Lebih dari 20 negara setuju untuk bergabung dalam koalisi baru pimpinan Amerika Serikat (AS) yang bertujuan melindungi lalu lintas komersial di Laut Merah dari serangan kelompok pemberontak Houthi, yang marak di perairan tersebut beberapa waktu terakhir.
Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (23/12/2023), hal tersebut diungkapkan oleh Pentagon atau Departemen Pertahanan AS dalam pernyataannya, saat lebih banyak negara bergabung dengan koalisi tersebut.
Namun demikian, pengumuman terbaru Pentagon itu menunjukkan bahwa setidaknya delapan negara yang telah bergabung, menolak untuk disebutkan namanya secara publik. Hal ini menandai sensitivitas politik dalam operasi tersebut ketika ketegangan regional meningkat akibat perang Israel-Hamas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini ada lebih dari 20 negara yang mendaftar untuk berpartisipasi," ungkap Sekretaris Pers Pentagon, Mayor Jenderal Patrick Ryder, sembari menekankan deklarasi Yunani dan Australia.
"Kami akan mengizinkan negara-negara lainnya, membiarkan mereka untuk membicarakan sendiri soal partisipasi mereka," ujarnya.
AS yang meluncurkan koalisi bernama "Operation Prosperity Guardian" beberapa hari lalu, menyebut lebih dari satu lusin negara telah setuju untuk berpartisipasi dalam upaya yang akan melibatkan patroli bersama di perairan Laut Merah, yang terletak dekat Yaman.
Setiap negara, sebut Ryder, akan menyumbangkan apa yang mereka mampu.
"Dalam beberapa kasus, kontribusi itu mencakup kapal-kapal. Dalam kasus-kasus lainnya, kontribusi itu bisa mencakup staf atau jenis dukungan lainnya," sebutnya.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Lihat juga Video: Trump Sebut Biden 'Si Bungkuk ber-IQ Rendah' Jelang Pilpres AS 2024
Krisis di perairan Laut Merah muncul saat perang berkecamuk antara Israel dan Hamas, yang menguasai Jalur Gaza. Perang dimulai pada 7 Oktober lalu, ketika Hamas menyerang wilayah Israel bagian selatan, yang menurut otoritas Tel Aviv, telah menewaskan sekitar 1.200 orang.
Israel meresponsnya dengan melancarkan pengeboman dan menginvasi Jalur Gaza, yang disebut bertujuan menumpas Hamas. Laporan terbaru otoritas Gaza menyebut lebih dari 20.000 orang tewas akibat rentetan serangan Israel selama beberapa bulan terakhir.
Proksi-proksi Iran, termasuk Houthi dan Hizbullah di Lebanon, telah menembakkan roket ke wilayah Israel sejak perang berkecamuk. Sementara itu, Houthi semakin meningkatkan serangan di Laut Merah dan mengancam akan menyerang semua kapal yang berlayar menuju ke Israel.
Houthi, yang didukung Iran, juga memperingatkan perusahaan-perusahaan pelayaran untuk tidak berurusan dengan pelabuhan Israel.
Serangan-serangan Houthi itu mengganggu jalur perdagangan utama yang menghubungkan Eropa dan Amerika Utara dengan kawasan Asia, melalui Terusan Suez, dan menyebabkan biaya pengiriman peti kemas meningkat tajam karena perusahaan berupaya mengirimkan barang mereka via rute alternatif yang lebih panjang.
Angkatan Laut AS, Inggris dan Prancis merespons serangan itu dengan menembak jatuh drone dan rudal Houthi. Tindakan defensif semacam itu menuai kritikan di Washington, karena dinilai tidak cukup untuk mencegah Houthi melanjutkan serangan mereka.