Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, menegaskan kelompoknya berkomitmen terhadap kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza dan pembebasan sandera asalkan Israel juga memiliki komitmen yang sama.
Seperti dilansir Al Arabiya dan Anadolu Agency, Sabtu (25/11/2023), penegasan itu disampaikan Haniyeh dalam pernyataan terbaru yang disiarkan oleh saluran satelit Al-Aqsa, yang berafiliasi dengan Hamas, pada Jumat (24/11) waktu setempat.
"Pergerakan menegaskan komitmennya untuk menerapkan kesepakatan jeda kemanusiaan selama musuh berkomitmen untuk menerapkannya," tegas Haniyeh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pernyataannya, Haniyeh yang kini tinggal di Qatar ini juga menyambut baik upaya-upaya untuk mengakhiri agresi Israel atas Palestina dan dicabutnya pengepungan Jalur Gaza.
"Menyambut kelanjutan upaya-upaya baik untuk mengakhiri agresi Zionis terhadap rakyat kami, ditambah dengan pencabutan pengepungan di Gaza secara menyeluruh, pertukaran tahanan, penghentian serangan terhadap Masjid Al-Aqsa, dan memampukan rakyat kami untuk mempraktikkan semua hak nasional mereka yang sah untuk mendirikan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya," cetusnya,
Haniyeh menyebut para korban perang di Gaza adalah 'harga kebebasan, pembebasan, dan kemerdekaan'.
Jeda kemanusiaan antara Hamas dan Israel, yang disepakati berlangsung selama empat hari, telah mulai berlaku pada Jumat (24/11) pagi waktu setempat di seluruh wilayah Jalur Gaza. Pertempuran dihentikan sementara demi pertukaran sandera dan tahanan, juga masuknya bantuan kemanusiaan.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
"Selama periode sebelumnya, baik Mesir maupun Qatar telah melakukan upaya-upaya diplomasi yang tekun dan aktif hingga kesepakatan ini dicapai," sebutnya.
Lebih lanjut, Haniyeh menekankan 'kesiapannya untuk terus bekerja sama dengan kedua negara guna mencapai penghentian komprehensif atas agresi terhadap Gaza, memberikan bantuan mendesak kepada warga Palestina di Gaza, dan melindungi rakyat Palestina di Yerusalem dan Tepi Barat'.
Gencatan senjata ini merupakan momen pertama kali dalam tujuh pekan terakhir saat pertempuran berhenti di Jalur Gaza. Sejauh ini tidak ada pengeboman besar, serangan artileri atau roket yang dilaporkan, meskipun Hamas dan Israel saling tuding soal adanya penembakan sporadis dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Baik Hamas maupun Israel sama-sama menegaskan bahwa perang akan berlanjut dengan kecepatan penuh setelah gencatan senjata selesai dilakukan.
Jumlah korban tewas akibat serangan Israel terhadap Jalur Gaza dilaporkan nyaris mencapai 15.000 orang, termasuk 6.150 anak-anak. Gempuran Israel ini menjadi respons atas serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober lalu, yang dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang yang sebagian besar warga sipil.