Kesaksian Pilu Pengurus Jenazah di Gaza Kafani Mayat Tanpa Henti

Kesaksian Pilu Pengurus Jenazah di Gaza Kafani Mayat Tanpa Henti

Haris Fadhil - detikNews
Senin, 13 Nov 2023 06:03 WIB
Mourners pray next to the bodies of Palestinians killed in Israeli strikes, during their funeral, as the conflict between Israel and Palestinian Islamist group Hamas continues, in Khan Younis, in the southern Gaza Strip, October 27, 2023. REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa
Warga di Gaza menggelar salat jenazah korban tewas serangan Israel (Foto: REUTERS/IBRAHEEM ABU MUSTAFA)
Gaza -

Serangan Israel ke Gaza, Palestina, menyebabkan kesedihan mendalam bagi warga di wilayah itu. Salah satunya diceritakan Abu Saher al-Maghari yang mengurus mayat korban serangan Israel tanpa henti.

Al-Maghari telah mengurus ratusan jenazah dari orang-orang yang tewas akibat serangan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza. Dilansir Al Jazeera, Minggu (12/11/2023), al-Maghari bertugas sebagai pengurus jenazah di Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Jalur Gaza tengah.

Pria berusia 53 tahun yang berpenampilan tenang ini telah 15 tahun menjadi pengurus jenazah di rumah sakit ini. Dia menjadi saksi betapa mengerikannya efek serangan Israel kepada tubuh warga Palestina.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak 7 Oktober, al-Maghari telah menyaksikan gelombang besar jenazah yang banyak dari mereka kondisi tubuhnya telah terpisah. Dia mengaku belum pernah mengalami masa sesulit ini.

"Saya belum pernah mengalami masa sulit seperti ini dalam hidup saya," kata al-Maghari mengawali ceritanya.

ADVERTISEMENT

"Selama bertahun-tahun bekerja, saya selalu menyaksikan 30 hingga maksimum 50 kematian alami setiap hari, dan dalam kasus eskalasi militer Israel sebelumnya, jumlahnya mungkin mencapai sekitar 60," kenangnya.

Namun kini, dia mengkafani lebih dari 100 jenazah dan terkadang bisa mencapai 200 jenazah dalam sehari. Dia mengatakan jumlah jenazah yang datang tergantung intensitas pemboman dan wilayah yang menjadi sasaran pesawat tempur Israel.

"Sebagian besar jenazah tiba di rumah sakit dalam kondisi sangat buruk. Anggota tubuh robek, memar parah dan luka dalam di sekujur tubuh. Saya belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya," ujarnya.

Jumlah terbesar korban yang diterimanya adalah anak-anak dan perempuan dengan kondisi luka yang dialami mayat-mayat tersebut masih asing baginya. Hatinya pun hancur karena melihat hal tersebut.

"Yang paling menyedihkan bagi saya adalah mengkafani anak-anak," kata al-Maghari.

"Hati saya hancur saat saya mengumpulkan anggota badan anak-anak yang terkoyak dan memasukkannya ke dalam satu kain kafan. Apa yang telah mereka lakukan?" sambungnya.

Sebagai informasi, lebih dari 11.000 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Jalur Gaza dalam 34 hari terakhir. Jumlah ini mencakup lebih dari 4.400 anak-anak dan 2.900 perempuan.

Al-Maghari terkadang bekerja dengan asistennya mengkafani mayat dari jam 06.00 pagi hingga pukul 20.00 waktu setempat tanpa henti. Dia mengatakan beberapa jenazah yang tiba sudah dalam kondisi busuk dengan tulang terlihat dan bau tak tertahankan karena sudah berhari-hari terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang dibom Israel.

"Saya memulai hari saya dengan menyelubungi orang mati dan dibunuh dari jam enam pagi sampai jam delapan malam tanpa henti," ujarnya kepada Al Jazeera saat hendak menuju tempat salat Ashar.

Dia mengatakan ada jenazah yang tiba dalam keadaan tercabik-cabik ataupun terbakar hingga tak bisa dikenali lagi. Dia mengatakan luka yang terjadi pada mayat itu sangat asing baginya sehingga dia bertanya-tanya apakah Israel menggunakan rudal dan bahan peledak berbeda dari serangan pada waktu sebelumnya.

"Misi saya memberi saya tantangan besar. Orang tua di luar menjadi gila karena kesedihan mereka, berteriak dan menangis untuk anak mereka. Jadi saya mencoba untuk berbelas kasih semampu saya dan berusaha membuat tubuh terlihat rapi sehingga mereka bisa mengucapkan selamat tinggal," ucapnya.

Dalam mengurus jenazah, l-Maghari memulainya dengan menyeka darah dan debu hingga akhirnya menuliskan nama korban di kain kafannya. Anggota keluarga yang masih hidup sangat terkejut melihat bagian tubuh orang yang mereka cintai terkoyak, yang kemudian dia tempatkan dengan hati-hati dalam satu kain kafan.

"Momen perpisahan terakhir ini selalu memilukan dan kejam. Kadang-kadang saya menerima jenazah yang tidak memiliki ciri-ciri, karena pecahan peluru yang dapat meledak. Di sini, saya mengikat kain kafan itu hingga tertutup agar anggota keluarga tidak mengingat orang yang mereka cintai dalam keadaan yang begitu gamblang," ujarnya.

Dia juga kerap terpaksa mengkafani jenazah di dalam ambulans karena terlalu sulit untuk membawa potongan-potongan tubuh ke ruang mayat. Al-Maghari mengatakan,jumlah jenazah yang tiba di Rumah Sakit Al-Aqsa bertambah dua kali lipat setelah adanya pengungsian massal warga Kota Gaza ke kota-kota di Jalur Gaza selatan.

Simak Video 'Kondisi Rumah Sakit di Gaza yang Kian Memprihatinkan':

[Gambas:Video 20detik]

Al-Maghari mengatakan mendiskusikan dampak dari pekerjaan ini terhadap kesehatan mentalnya adalah sebuah 'kemewahan'. Dia mengatakan pekerjaannya membuat dirinya bahkan tak punya waktu menangis.

"Menghadapi banyaknya jenazah yang robek dan terbakar yang sebagian besar adalah anak-anak, memerlukan ketangguhan psikologis tingkat tinggi yang tidak dimiliki setiap manusia. Saya menghadapi ujian nyata setiap hari. Tidak ada waktu untuk menangis atau putus asa pada saat yang sama, tetapi kita hanyalah manusia," ujarnya.

"Saya sering membayangkan anak-anak saya bisa menjadi korban yang saya kafani kapan saja. Semua orang menjadi sasaran, tanpa kecuali," kata ayah lima anak ini. Al-Maghani pun menangis dalam sesi tanya jawab ini.

Cerita Relawan RS Indonesia di Gaza

Kengerian serangan Israel juga diceritakan relawan medis Indonesia, Fikri Rofiul Haq. Dia menceritakan betapa parahnya kondisi di Jalur Gaza, Palestina, sejak Israel memulai serangan sebulan lalu. Fikri menegaskan tak akan meninggalkan tugas sebagai relawan di Gaza dan pasrah pada nasib saat pasukan Israel kian mendekat.

Dilansir Al Jazeera, Minggu (12/11/2023), Fikri bertugas di RS Indonesia yang terletak di Beit Lahia yang merupakan area subur dan banyak terdapat perkebunan. Namun, kondisi kebun sudah hancur dan berubah menjadi medan perang.

"Pasukan Israel telah mengebom ladang di Jalur Gaza dan banyak tanaman mati", kata Haq kepada Al Jazeera.

"Tahun ini tidak akan ada hasil bumi seperti stroberi padahal saat ini sedang musim dingin," sambung relawan dari Indonesia Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) ini.

Dia mengatakan staf di RS Indonesia saat ini cuma mendapat makanan satu kali sehari. Itupun, katanya, dibantu oleh RS Al-Shifa yang kini kondisinya juga sekarat.

"Di Rumah Sakit Indonesia saat ini, staf hanya mendapat makan sekali sehari saat makan siang, yang disediakan oleh Rumah Sakit Al-Shifa (yang berdekatan). Untuk sarapan dan makan malam, staf makan biskuit atau kurma," ujarnya.

Fikri mengatakan persediaan makanan untuk Rumah Sakit Indonesia biasanya bersumber dari daerah sekitar. Pada awal blokade total dan serangan Israel terhadap Gaza, relawan MER-C tetap bisa keluar mencari perbekalan di ambulans, yang disediakan oleh rumah sakit, karena dianggap lebih aman dibandingkan kendaraan sipil.

Namun, pertempuran telah terjadi begitu dekat dengan rumah sakit sehingga terlalu berbahaya untuk keluar rumah. Fikri mengatakan dia merasa sangat terguncang akhir-akhir ini, terutama setelah melakukan perjalanan sekitar dua minggu lalu untuk mendapatkan pasokan medis bagi rumah sakit dari rumah-rumah warga sipil di sekitar distrik Al-Jalaa.

Dia mengaku sempat pasrah dan mengira dirinya akan meninggal saat itu. Dia mengatakan dirinya dan relawan lain dari Indonesia hanya berjarak sekitar 20 menit dari rumah sakit ketika bom mulai berjatuhan sekitar 200 meter darinya.

"Saya merasa paling takut dan pasrah dengan nasib saya saat itu, karena kami berada di gedung milik penduduk setempat dan, seperti yang kami tahu, militer Israel menghancurkan rumah-rumah warga sipil," ujarnya.

"Tidak ada jaminan keselamatan kami. Hal ini membuat saya merasakan ketakutan yang luar biasa, namun berkat kasih karunia Tuhan, kami terlindungi," sambungnya.

Dia mengatakan kawasan di sekitar RS Indonesia dan rumah sakit lain di Jalur Gaza menjadi sasaran bombardir Israel. Tank-tank Israel juga terus mendekat, mengepung fasilitas medis tempat puluhan ribu pengungsi Palestina mencari perlindungan ketika pemboman Israel meratakan seluruh lingkungan di Gaza. Lebih dari 11.000 orang telah terbunuh di wilayah tersebut.

"Biasanya kalau ada pengeboman, gedung RS bergoyang, tapi pada 9 November, RS terasa seperti terangkat dari fondasinya. Itu hanya membuat kami ketakutan," ucapnya. Aljazeera tidak dapat menghubungi Fikri Haq sejak tengah malam pada hari Jumat (10/11).

Halaman 2 dari 3
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads