Menteri Kehakiman Belgia Vincent Van Quickenborne mengundurkan diri dari jabatannya pada hari Jumat (20/10) waktu setempat. Ini dilakukan empat hari setelah seorang migran Tunisia membunuh dua suporter sepak bola asal Swedia di Brussels, Belgia. Dia menyebut kegagalan untuk mengekstradisi migran tersebut adalah sebuah "kesalahan besar".
Van Quickenborne mengatakan pada konferensi pers, bahwa otoritas Tunisia pada 15 Agustus tahun lalu telah meminta ekstradisi Abdesalem Lassoued, namun hal itu tidak ditindaklanjuti.
"Ini adalah kesalahan individual, monumental dan tidak dapat diterima dengan konsekuensi yang dramatis," katanya. "Hakim yang bersangkutan tidak menindaklanjuti permintaan (ekstradisi) tersebut dan berkasnya tidak ditangani," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak mencari alasan apa pun. Saya pikir itu tugas saya untuk mengundurkan diri," tandasnya.
Penembakan itu terjadi tepat sebelum dimulainya pertandingan sepak bola internasional Belgia-Swedia. Insiden mematikan ini telah memicu perdebatan di Belgia mengenai kesalahan peradilan dan administratif dalam menindaklanjuti orang-orang yang teradikalisasi, meskipun Lassoued tidak berada dalam radar pihak berwenang.
Perdana Menteri Belgia Alexander De Croo mengatakan dia telah memperhatikan keputusan menteri tersebut, dan menambahkan bahwa dia "menghormati keberanian politiknya".
Lassoued, pelaku penembakan yang berusia 45 tahun itu, ditembak mati dalam operasi polisi pada hari Selasa lalu.
Dokumen resmi menunjukkan Lassoued telah mengajukan permohonan suaka di Norwegia, Swedia, Italia dan Belgia. Dia tinggal di Belgia secara ilegal setelah permohonan suakanya ditolak pada tahun 2020.
Kelompok ISIS telah mengaku bertanggung jawab atas penembakan tersebut dan mengatakan bahwa serangan tersebut terjadi "dalam konteks operasi yang diserukan oleh ISIS untuk menargetkan warga negara dari negara-negara koalisi".
Lassoued sebelumnya telah menjalani hukuman penjara di Swedia selama periode 2012-2014, ungkap pejabat Swedia pada hari Selasa.
Dalam postingan media sosial setelah pembunuhan tersebut, pria bersenjata itu mengaku terinspirasi oleh kelompok ISIS.
Swedia adalah salah satu dari puluhan negara yang tergabung dalam Koalisi Global melawan ISIS, yang dibentuk pada tahun 2014 setelah kelompok radikal tersebut menguasai sebagian besar wilayah Irak dan Suriah.