Kementerian Luar Negeri Indonesia menilai buku Malaysia yang menghina asisten rumah tangga (ART) asal Indonesia telah merendahkan martabat. Penulis buku itu pun meminta maaf.
Dilansir Channel News Asia (CNA), Sabtu (30/9/2023), novel grafis karya Boey Chee Ming berjudul 'When I Was a Kid 3: Childhood Stories by Boey' berisi gambaran yang dinilai menghina ART asal Indonesia. Malaysia pun melarang peredaran buku itu.
Pemerintah Malaysia melarang buku itu usai muncul protes terhadap materi di dalamnya. Pelarangan buku itu dilakukan setelah sekitar 10 tahun buku tersebut terbit dan beredar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buku itu terbit tahun 2014 dan merupakan seri ketiga. Juni lalu, kelompok di Indonesia bernama Corong Rakyat menggelar demonstrasi di luar Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta untuk memprotes buku 'When I Was a Kid 3' itu karena menilai merendahkan ART asal Indonesia.
Menteri Dalam Negeri Malaysia menyatakan buku itu mengandung materi yang 'mungkin merugikan moralitas'. Pelarangan pun diterbitkan pada 15 September lalu.
Boey Chee Ming sendiri merupakan seniman Malaysia yang tinggal di Amerika Serikat (AS). Pada Kamis (28/9) kemarin, dia mengaku terkejut dengan kebijakan Malaysia yang melarang bukunya.
Boey yakin pelarangan ini dipicu oleh sebuah bab di mana ayahnya mengibaratkan pembantu rumah tangga asal Indonesia itu seperti monyet karena bisa memanjat pohon dengan cepat untuk memetik kelapa. Dia menyatakan pelarangan bukunya sebagai hal yang 'disayangkan'.
Warga negara Indonesia merupakan mayoritas dari lebih dari 2 juta pekerja asing di Malaysia. Lebih dari 200.000 orang di antaranya dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia, dengan upah yang lebih baik dibandingkan saat mereka kembali ke negara asal mereka.
Kemlu RI Anggap Rendahkan Martabat
Kemlu RI pun menghargai keputusan pemerintah Malaysia yang melarang buku itu. Hal tersebut disampaikan juru bicara Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal, dalam konferensi pers di Jakarta. Iqbal menyoroti adanya penggunaan perumpamaan monyet bagi pekerja asal Indonesia.
"Yang jelas, kebetulan bahasa yang disampaikan adalah monyet untuk tenaga kerja kita," ungkap Iqbal.
Iqbal juga menyayangkan atas sempat beredarnya novel grafis tersebut. Menurutnya, karya itu sangat tidak mendidik.
"Terlepas bahwa itu adalah orang Indonesia yang disebutkan, itu adalah seorang ayah mengajarkan anaknya dan menyebut pekerja manusia dengan monyet, itu dari perspektif edukasi itu sangat tidak edukatif dan human degrading (merendahkan martabat manusia)," ujarnya.
"Pemerintah Indonesia sangat menghargai respons pemerintah Malaysia sudah melarang beredarnya komik tersebut di Malaysia," tambahnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Penulis Minta Maaf
Lewat akun Instagram-nya, Boey Chee Ming menjelaskan halaman buku yang dianggapnya sebagai sumber kesalahpahaman publik. Dia menyebut cerita itu adalah pengalamannya sendiri semasa kecil ketika tinggal di Johor, Malaysa.
Dia mengatakan keluarganya mempekerjakan seorang ART perempuan asal Indonesia. Soal ART Indonesia itu adalah satu dari sekian banyak cerita dalam buku itu.
"Ini adalah buku pertama saya yang memenangi posisi pertama dalam Anugerah Pilihan Pembaca; jadi bila buku itu dilarang setelah satu dekade buku itu terbit, itu mengejutkan saya," kata Boey.
Dia menyebut bagian buku yang menjadi penyebab bukunya dilarang di Malaysia adalah bab 'Kelapa II' atau 'Coconuts II'. Bab itu, katanya, terdiri dari cerita ilustrasi sederhana dan tulisan tangan di atasnya. Ada empat panel dalam satu halaman ini.
Pertama, Boey menceritakan keluarganya mempekerjakan ART asal Indonesia. Dia menyebut ART Indonesia itu perempuan yang kurus, tinggi, dan beberapa tahun lebih tua dari Boey sendiri.
"Suatu hari, ayah saya mengatakan kepada saya agar datang ke halaman belakang dengannya untuk 'melihat monyet' kata dia," demikian tulis Boey di atas ilustrasi yang menggambarkan ayahnya sedang membuka pintu rumah.
Sesampainya di halaman belakang, kata Boey, dia tidak melihat ada monyet. Boey hanya melihat ART asal Indonesia itu.
Kemudian, si ayah mengatakan kepada Boey bahwa dirinya harus melihat ART asal Indonesia tersebut memanjat pohon kelapa. Boey terperangah melihat kemampuan ART Indonesia itu memanjat pohon kelapa.
"Dia memanjat tanpa kesukaran. Dia terlihat seolah seperti menentang gravitasi dan berjalan ke bagian atas pohon," tulis Boey di buku itu.
Boey menyaksikan si ayah sangat kagum terhadap ART Indonesia itu. Dia mengaku tidak pernah melihat ayahnya menampakkan ekspresi kagum semacam itu terhadap sesuatu.
Boey mengaku juga ingin membuat ayahnya kagum kepadanya. Suatu sore, Boey mencoba memanjat pohon kelapa itu, namun dia cuma bisa memanjat setinggi lompatan dia saja.
Boey pun meminta maaf. Dia mengaku tidak bermaksud menghina ART Indonesia.
Dia mengaku memuji kemampuan ART Indonesia yang dipekerjakan keluarganya itu. Kemampuan itu adalah memanjat pohon kelapa yang dia saksikan sendiri saat dia masih kecil di Johor.
"Saya benar-benar meminta maaf kepada pihak-pihak yang tersinggung karena ini, dan kepada orang-orang yang secara tidak sengaja merasa tersakiti oleh hal tersebut," tulis Boey di akun Instagram-nya.