Novel grafis karya Boey Chee Ming berjudul 'When I Was a Kid 3: Childhood Stories by Boey' memuat gambaran yang dinilai menghina asisten rumah tangga (ART) asal Indonesia. Malaysia kemudian melarang peredaran buku itu.
Dilansir Channel News Asia (CNA), Jumat (29/9/2023), pemerintah Malaysia telah melarang buku itu usai muncul protes terhadap materi di dalamnya. Pelarangan buku itu dilakukan setelah 10 tahun buku itu terbit.
Buku itu terbit tahun 2014 dan merupakan seri ketiga. Juni lalu, kelompok di Indonesia bernama Corong Rakyat menggelar demonstrasi di luar Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Mereka memprotes buku 'When I Was a Kid 3' itu karena mereka menilai buku itu merendahkan ART asal Indonesia.
Menteri Dalam Negeri Malaysia menyatakan buku itu mengandung materi yang "mungkin merugikan moralitas". Pelarangan kemudian diterbitkan pada 15 September lalu.
Boey Chee Ming adalah seniman Malaysia yang tinggal di Amerika Serikat (AS). Kamis (28/9) kemarin, dia mengaku terkejut dengan kebijakan Malaysia yang melarang bukunya.
Boey yakin pelarangan ini dipicu oleh sebuah bab di mana ayahnya mengibaratkan pembantu rumah tangga asal Indonesia itu seperti monyet karena dia bisa memanjat pohon dengan cepat untuk memetik kelapa. Dia menggambarkannya sebagai hal yang "disayangkan".
"Niat saya bukan untuk merendahkan tetapi untuk memuji kecepatan luar biasa yang dilakukan pekerja kami dalam memanjat pohon kelapa - seperti monyet. Saya kembali ke pohon itu sendirian malam itu karena saya juga ingin melihat apakah saya bisa memanjat pohon itu dengan kecepatan itu," tulisnya di Instagram.
View this post on Instagram
"Saya sangat meminta maaf kepada pihak-pihak yang tersinggung dengan hal ini, dan orang-orang yang secara tidak sengaja saya sakiti," kata Boey, 45 tahun. "Perjalanan mendongeng ini sungguh luar biasa dan saya telah belajar banyak darinya. Setelah kenaikan pasti ada turunan, dan ini adalah pelajaran yang akan saya pelajari."
Warga negara Indonesia merupakan mayoritas dari lebih dari 2 juta pekerja asing di Malaysia. Lebih dari 200.000 dari mereka dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga di rumah tangga Malaysia, dengan upah yang lebih baik dibandingkan saat mereka kembali ke negara asal mereka. Demikian dilaporkan CNA yang juga mengutip sumber dari Bernama serta AP (Associated Press).
(dnu/imk)