Keturunan mantan perdana menteri Inggris William Gladstone meminta maaf atas masa lalu keluarga mereka sebagai pemilik budak di Guyana. Mereka pun mendesak pemerintah Inggris untuk membahas repatriasi di Guyana.
Ayah Gladstone, John adalah salah satu pemilik budak terbesar di negara yang dulunya dijajah Inggris itu.
Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (26/8/2023), John Gladstone juga diyakini memiliki dua kapal yang mengangkut ribuan orang Asia dari India dan tempat lain untuk bekerja sebagai buruh kontrak setelah penghapusan perbudakan pada tahun 1834.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perbudakan adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan dampak buruknya terus dirasakan di seluruh dunia saat ini," kata Charles Gladstone, cicit William, pada peluncuran Pusat Internasional untuk Studi Migrasi dan Diaspora di Universitas Guyana.
"Dengan rasa malu dan penyesalan yang mendalam kami mengakui keterlibatan nenek moyang kami dalam kejahatan ini dan dengan ketulusan hati kami meminta maaf kepada keturunan budak di Guyana," menambahkan.
"Kami juga mendesak keturunan lain dari mereka yang mendapat manfaat dari perbudakan untuk membuka pembicaraan tentang kejahatan nenek moyang mereka dan apa yang mungkin bisa mereka lakukan untuk membangun masa depan yang lebih baik," tuturnya.
Namun perkataannya mendapat teguran keras dari beberapa keturunan budak Afrika yang hadir di ruang kuliah universitas tersebut.
"Tidak diterima," teriak salah satu dari mereka.
Para pengunjuk rasa memegang plakat berbunyi: "Kesalahanmu adalah nyata, Charlie. Segera lakukan reparasi sekarang," dan "Keluarga Gladstone adalah pembunuh."
Aktivis Afro-Guyana Nicole Cole, yang termasuk di antara para pengunjuk rasa, mengatakan permintaan maaf tersebut tidak cukup.
"Permintaan maaf saja tidak cukup, tapi ini adalah langkah menuju pengakuan bahwa kejahatan telah dilakukan dan kehidupan banyak orang telah terganggu," katanya kepada AFP.