.webp)
Sebagian besar wilayah Amerika Serikat bagian timur dilanda badai dahsyat pada Senin (7/8) waktu setempat. Badai ini menyebabkan sedikitnya dua orang tewas, ratusan ribu pelanggan tanpa listrik dan ribuan penerbangan dibatalkan atau ditunda.
Jutaan orang berada di bawah peringatan cuaca buruk, termasuk peringatan tornado, saat hujan, angin kencang, dan hujan es menyapu ke wilayah timur di hampir seluruh pesisir timur, dari Alabama hingga New York.
Dilansir kantor berita AFP, Selasa (8/8/2023), Dinas Cuaca Nasional (NWS) telah memperkirakan "risiko sedang" badai berbahaya, dengan hembusan angin hingga 80 mil per jam (130 kilometer per jam).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetap waspadai cuaca dan pastikan Anda memiliki banyak cara untuk menerima peringatan," kata NWS di Baltimore dan Washington lewat postingan di media sosial pada hari sebelumnya.
Meski bahaya cuaca buruk mereda hingga larut malam, beberapa daerah menghadapi ancaman banjir karena hujan terus turun.
Hujan es berdiameter 4,5 inci (11,5 cm) tercatat di Virginia, kata NWS.
Di Alabama, seorang pria berusia 28 tahun meninggal setelah disambar petir di tempat parkir kawasan industri, lapor stasiun ABC setempat.
Dan di South Carolina, seorang anak laki-laki berusia 15 tahun tewas ketika dia tertimpa pohon tumbang di luar rumah kakek-neneknya, menurut stasiun CBS setempat.
Pada Senin malam waktu setempat, lebih dari 700.000 pelanggan kehilangan aliran listrik di sepanjang wilayah Pantai Timur, menurut situs pelacakan Poweroutage.us.
Lebih dari 1.700 penerbangan AS dibatalkan pada hari Senin dan lebih dari 8.000 penerbangan ditunda karena cuaca buruk, kata situs web FlightAware.
Di Washington, badan-badan federal memulangkan para karyawan lebih awal pada pukul 15.00 waktu setempat untuk mengantisipasi cuaca.
Badai ini datang ketika sebagian besar wilayah Amerika Serikat bagian selatan, termasuk Texas, Louisiana dan Florida terpanggang, dengan suhu udara hingga 108 derajat Fahrenheit (42 Celsius) diprediksi hingga Selasa (8/8) waktu setempat.
Para ilmuwan mengatakan perubahan iklim telah memperkuat intensitas dan frekuensi peristiwa cuaca ekstrem di seluruh dunia.
