Perdana Menteri (PM) Swedia Ulf Kristersson mengaku 'sangat khawatir' dengan konsekuensi yang mungkin terjadi, jika lebih banyak aksi protes melibatkan penistaan Al-Qur'an digelar di negaranya. Kekhawatiran itu diungkapkan saat meningkatnya kemarahan umat Muslim terhadap rentetan aksi membakar Al-Qur'an.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (28/7/2023), serangan terhadap Al-Qur'an yang terjadi di wilayah Swedia dan Denmark beberapa waktu terakhir telah menyinggung banyak negara mayoritas Muslim, termasuk Turki, yang dukungannya diperlukan oleh Stockholm untuk bisa bergabung Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Swedia diketahui tengah berupaya untuk bergabung aliansi NATO menyusul invasi Rusia ke Ukraina sejak Februari 2022.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kristersson menuturkan kepada kantor berita Swedia, TT, bahwa permintaan lebih lanjut telah diajukan kepada pihak kepolisian untuk mendapatkan izin menggelar aksi protes di mana penodaan Al-Qur'an kembali direncanakan.
"Jika itu dikabulkan, kita akan menghadapi hari-hari di mana ada risiko jelas akan terjadi sesuatu yang serius. Saya sangat khawatir akan apa yang mungkin terjadi," ucap Kristersson dalam wawancara dengan TT.
Pada 20 Juli lalu, Kedutaan Besar Swedia di Baghdad, Irak, diserang dan dibakar oleh para demonstran yang marah dengan rencana aksi pembakaran Al-Qur'an.
Kristersson mengatakan bahwa keputusan untuk memberikan izin bagi unjuk rasa semacam itu berada di tangan Kepolisian Swedia.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan Video 'Aksi Injak-injak Al-Qur'an di Swedia':
Dinas keamanan Swedia, SAPO, mempertahankan penilaiannya terhadap tingkat ancaman di negara itu pada level 3 dari total lima level, yang menandakan 'ancaman yang meningkat' selama krisis. Namun bos SAPO, Charlotte von Essen, menyebut muncul reaksi keras terhadap peristiwa baru-baru ini.
"Swedia telah berubah dari dipandang sebagai negara yang toleran menjadi negara anti-Islam," sebut Von Essen kepada wartawan setempat.
Pemerintah Swedia dan Denmark telah menyatakan kecaman keras terhadap aksi pembakaran Al-Qur'an, namun juga menegaskan bahwa mereka tidak bisa mencegah aksi semacam itu karena ada aturan hukum yang melindungi kebebasan berbicara.