Kelompok separatis di Kamerun berulah secara kejam. Mereka membunuh sekitar 10 warga sipil dan melukai dua lainnya di salah satu wilayah anglofon Kamerun yang bergolak.
Dilansir AFP, Selasa (18/7/2023), wilayah Barat Laut dan Barat Daya negara yang sebagian besar berbahasa Inggris telah dicengkeram oleh konflik sejak separatis mendeklarasikan kemerdekaan pada 2017 setelah beberapa dekade keluhan atas anggapan diskriminasi oleh mayoritas pemilik suara berbahasa Perancis.
Presiden Paul Biya, yang telah memerintah negara Afrika tengah itu dengan tangan besi selama 40 tahun telah menolak seruan otonomi yang lebih luas dan menanggapinya dengan tindakan keras.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serangan terbaru terjadi di luar sebuah bar pada Minggu (16/7) malam di Bamenda, ibu kota wilayah Barat Laut. Selusin separatis yang mengenakan seragam jenis tentara dan membawa senjata otomatis membawa orang ke samping.
"Sebelum melepaskan tembakan berkelanjutan ke arah mereka ... dan juga melukai beberapa klien yang duduk di meja," kata Kolonel Cyrille Atonfack dari kementerian.
Pihak berwenang telah membuka penyelidikan atas pembunuhan tersebut. Dia menambahkan bahwa operasi terus dilakukan untuk menemukan para penyerang.
Bentrokan kekerasan meletus di Kamerun pada akhir 2016, setelah militan yang menyebut diri mereka Amba Boys mendeklarasikan negara merdeka di Barat Laut dan Barat Daya.
Menurut International Crisis Group, konflik tersebut telah merenggut lebih dari 6 ribu nyawa dan memaksa lebih dari satu juta orang meninggalkan rumah mereka.
Baik separatis dan pasukan pemerintah telah dituduh melakukan kekejaman dalam pertempuran tersebut. Kelompok bersenjata sering dituduh menculik, membunuh, atau melukai warga sipil yang mereka tuduh bekerja sama dengan otoritas Kamerun.
Tonton juga Video: Upaya Mengembalikan Masyarakat Kiwirok Agar Rayakan Natal di Kampung Halaman