Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte mengundurkan diri. Rutte mundur usai koalisi pemerintahannya kolaps lantaran berbeda pendapat soal kebijakan pembatasan imigran.
Dilansir AFP, Minggu (9/7/2023), PM yang berkuasa sejak tahun 2010 dan merupakan pemimpin terlama kedua di Eropa itu menyatakan akan mengajukan pengunduran dirinya ke Raja Willem-Alexander pada Jumat (7/7) lalu.
Rutte dilaporkan sudah bertemu dengan Raja Willem-Alexander kemarin waktu setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pernyataannya pada Jumat lalu, Rutte mengatakan perselisihan tentang langkah-langkah untuk membatasi imigran menjadi penyebab pemerintahan koalisi empat partainya retak.
Sebagai informasi, Rutte berencana untuk memperketat pembatasan terhadap penyatuan kembali keluarga pencari suaka. Hal itu guna mengekang jumlah pencari suaka, menyusul skandal tahun lalu atas pusat migrasi yang penuh sesak di mana seorang bayi meninggal dan ratusan orang terpaksa tidur di tempat terbuka.
"Bukan rahasia lagi bahwa mitra koalisi memiliki pendapat berbeda tentang kebijakan imigrasi," kata Rutte pada konferensi pers pada Jumat (7/7) waktu setempat.
"Malam ini, sayangnya kami telah mencapai kesimpulan bahwa perbedaan tidak dapat diatasi. Untuk alasan ini, saya akan segera menyampaikan pengunduran diri saya secara tertulis kepada raja atas nama seluruh pemerintahan," imbuhnya.
Koalisi ke-4 Mark Rutte
Koalisi ini merupakan periode keempat bagi Rutte sejak dia menjabat sebagai PM Belanda. Namun, koalisi pemerintahan periode ini baru dilantik pada Januari 2022 setelah mencapai rekor negosiasi selama 271 hari dan terpecah belah dalam banyak masalah.
Rutte, yang dijuluki "Teflon Mark" karena kemampuannya menghindari bencana politik, menambahkan bahwa dia memiliki "energi" untuk bertahan untuk masa jabatan kelima. Namun, dia mengatakan harus "bercermin" terlebih dahulu.
Lantas, Kenapa Koalisi Mark Rutte Bisa Kolaps?
Belanda, seperti negara-negara lain di Eropa, sedang mencari cara untuk mengendalikan jumlah migran, terutama karena semakin banyak orang yang mencoba menyeberangi Mediterania.
Masalah ini sangat mengganggu koalisi empat partai Belanda - VVD kanan-tengah Rutte, teman ideologisnya CDA, D66 kiri-tengah dan partai demokrasi Kristen ChristenUnie.
Simak Video 'Kala PM Belanda Sebut Demonstran di Rotterdam Sebagai Idiot':
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Tahun lalu Belanda menghadapi skandal besar atas pusat migrasi yang penuh sesak di mana seorang bayi meninggal dan di mana ratusan orang dipaksa tidur di tempat terbuka. Rutte bersumpah untuk mengambil tindakan atas "situasi yang memalukan" itu.
Media Belanda melaporkan bahwa Rutte tiba-tiba minggu ini mendorong permintaan agar jumlah kerabat pengungsi perang yang diizinkan masuk ke Belanda dibatasi hingga 200 orang per bulan.
ChristenUnie khususnya - menyebut dirinya sebagai partai keluarga - menentang rencana tersebut, bersama dengan D66.
Media Belanda memperdebatkan mengapa Rutte tampaknya begitu siap untuk menorpedo koalisinya sendiri -- jawaban yang paling mungkin muncul adalah ketegangan di dalam partainya sendiri terkait migrasi.
Runtuhnya koalisi Rutte ini pun memicu saling tuduh sengit antara empat partai dalam koalisi berusia satu setengah tahun, yang dijuluki "Rutte IV".
Baca juga: Ini Penyebab PM Belanda Mengundurkan Diri |
Apa Langkah Selanjutnya Usai Mark Rutte Mundur?
Komisi pemilihan Belanda mengatakan pemilihan paling awal dapat diadakan pada November, karena aturan pemilihan, liburan musim panas dan perlunya memberi waktu kepada partai untuk berkampanye.
Ini akan menjadi pemilu kedua hanya dalam waktu dua tahun bagi Belanda, yang memiliki sistem multipartai yang rumit yang seringkali menghasilkan koalisi yang tidak stabil.
Pemilu terakhir pada April 2021 lalu diikuti oleh negosiasi koalisi selama 271 hari yang memecahkan rekor, dengan koalisi keempat Rutte sejak 2010 mulai menjabat pada Januari 2022.
Rutte pun memastikan akan memimpin pemerintahan sementara sampai PM yang baru terpilih.