Seorang pria Amerika Serikat (AS), yang juga penganut supremasi kulit putih, dijatuhi 90 hukuman penjara seumur hidup atas aksi kejinya menembak mati 23 orang di sebuah supermarket di El Paso, Texas, tahun 2019 lalu. Ini berarti pria berusia 24 tahun ini akan menghabiskan sisa hidupnya di balik jeruji besi.
Seperti dilansir AFP, Sabtu (8/7/2023), Patrick Crusius (24) pada Februari lalu mengaku bersalah atas dakwaan kejahatan kebencian terkait penembakan massal pada 3 Agustus 2019 di supermarket Walmart di El Paso, yang banyak dihuni warga Hispanik.
Crusius masih menghadapi persidangan di tingkat negara bagian di Texas, yang tidak menutup kemungkinan ada ancaman hukuman mati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada seorangpun di negara ini yang harus hidup dalam ketakutan akan kekerasan yang dipicu oleh kebencian, bahwa mereka akan menjadi sasaran karena penampilan mereka atau karena dari mana mereka berasal," ucap Jaksa Agung AS Merrick Garland dalam pernyataannya.
"90 hukuman penjara seumur hidup secara berturut-turut yang diumumkan hari ini menjamin bahwa Patrick Crusius akan menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara atas amukan rasis yang mematikan di El Paso." sebut Garland pada Jumat (7/7) waktu setempat.
Asisten Jaksa Agung Kristen Clarke menyebut penembakan massal itu sebagai 'salah satu aksi kekerasan yang didorong nasionalis kulit putih paling mengerikan pada era modern'.
Dalam aksinya, Crusius mengemudikan kendaraannya sejauh 1.060 kilometer dari Allen, Texas dekat Dallas ke Walmart Supercenter di El Paso. Dia membawa serta senapan serbu ala AK-47 dan 1.000 butir peluru.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan juga '2 Orang Tewas dan 28 Terluka dalam Penembakan Massal di Maryland AS':
Di supermarket itu, Crusius melepas tembakan ke arah orang-orang yang ada di area parkir. Tembakan itu menewaskan 23 orang dan melukai 22 orang lainnya.
Menurut dakwaan federal, Crusius mengunggah sebuah dokumen ke internet sebelum melakukan penembakan itu. Dalam dokumen berjudul 'The Inconvenient Truth' itu. Crusius menyebu serangan yang dilakukannya merupakan 'respons terhadap invasi Hispanik ke Texas'.
Dia juga mengatakan bahwa dirinya 'membela negara dari penggantian budaya dan etnis', yang mengacu pada konsep supremasi kulit putih yang mengklaim kelompok-kelompok etnis lainnya 'menggantikan' mereka dalam masyarakat.
Crusius juga mengaku dirinya memilih El Paso sebagai lokasi serangannya untuk mencegah imigran Hispanik datang ke AS.
Ketika polisi mendekati dirinya, Crusius keluar dari mobilnya dan mengakui dirinya sebagai pelaku penembakan. Di dalam tahanan, dia memberitahu polisi bahwa dirinya ingin membunuh 'orang-orang Meksiko'.