Presiden Prancis Emmanuel Macron menilai penyebab kerusuhan di negaranya itu karena video games. Video games dinilai berperan di balik kerusuhan buntut kematian remaja berusia 17 tahun yang ditembak polisi itu.
Dirangkum detikcom, Kamis (6/7/2023), kerusuhan di Prancis dipicu oleh pembunuhan seorang pengemudi remaja berusia 17 tahun oleh seorang polisi di pinggiran kota Paris, Nanterre, pada hari Selasa (27/06) pagi waktu setempat.
Awalnya, menurut laporan polisi, aparat tersebut melepaskan tembakan karena remaja itu dianggap mengarahkan kendaraannya ke arahnya. Namun sebuah video yang beredar di media sosial, yang diverifikasi oleh kantor berita Reuters dan AFP, menunjukkan ada dua orang polisi berdiri di samping mobil yang tidak bergerak dan salah satunya menodongkan senjata ke arah sang pengemudi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi protes di Prancis itu pun berlangsung panas selama beberapa hari, di mana sekitar 150 warga ditangkap dan bangunan sekolah-sekolah, balai kota, hingga kantor polisi pun turut dirusak di seluruh penjuru negeri.
Kementerian Dalam Negeri Prancis juga mengatakan, setidaknya 2.000 polisi telah dikerahkan di seluruh wilayah Paris, dan puluhan di antaranya terluka setelah bentrokan tersebut.
Aparat polisi berusia 38 tahun yang melepaskan tembakan fatal tersebut kini telah ditahan dan tengah diselidiki atas tuduhan pembunuhan tidak disengaja.
Akibat kerusuhan itu, polisi Prancis menangkap lebih dari 400 orang yang memprotes penembakan remaja itu.
Selanjutnya
Simak juga 'Saat Suasana Kota-kota di Prancis Usai Ricuh, Polisi Berjaga':
Catatan keamanan internal menunjukkan otoritas setempat memperkirakan adanya aksi kekerasan di perkotaan, dengan sekitar 40.000 polisi dan gendarme, bersama dengan unit RAID dan GIGN, dikerahkan di beberapa kota.
RAID yang merupakan satuan elite pada Kepolisian Prancis dikerahkan ke kota-kota, seperti Bordeaux, Lyon, Roubaix, Marseille dan Lille untuk membantu menangani unjuk rasa.
Komentar Macron
Kembali ke pernyataan Macron terkait peran video games, hal itu disampaikan Macron setelah memimpin rapat krisis keamanan pekan lalu. Rapat itu digelar saat kerusuhan marak di beberapa kota Prancis buntut kematian Nahel M (17) yang ditembak polisi di Nanterre pada 27 Juni lalu.
Macron menyebut kematian remaja itu 'tidak bisa dimaafkan', namun dia menambahkan bahwa unjuk rasa yang diwarnai kerusuhan harus diredam agar keadilan bisa ditegakkan. Polisi yang diidentifikasi media Prancis sebagai Florian M, yang menembak mati Nahel, kini ditahan dan didakwa atas pembunuhan.
Namun dalam komentarnya, Macron juga menekankan bahwa sepertiga dari perusuh yang ditangkap sejauh ini masih 'muda atau sangat muda'. Serikat kepolisian Prancis, secara terpisah, menyoroti bahwa banyak perusuh yang ditangkap baru berusia 14 tahun atau 15 tahun.
Macron lantas menghubungkan hal itu dengan penggunaan media sosial dalam mengorganisir unjuk rasa, dan menyalahkan video games sebagai penyebab banyaknya remaja yang terlibat kerusuhan di Prancis.
Selanjutnya
Disebutkan oleh Macron, seperti dilansir outlet media nme.com, bahwa video games sarat kekerasan memicu 'terputusnya hubungan dari kenyataan'. Dia juga mengklaim bahwa para demonstran muda 'memerankan video games yang telah meracuni pikiran mereka'.
Lebih lanjut, Macron menyerukan kepada para orangtua untuk menjauhkan para pembuat onar dari jalanan.
"ini menjadi tanggung jawab para orangtua untuk menjaga mereka (demonstran) tetap di rumah. Bukan tugas negara untuk bertindak menggantikan mereka (orangtua-red)," cetus Macron.
Tidak hanya itu, Macron juga meminta situs-situs media sosial untuk menghapus 'konten sensitif' terkait kerusuhan di Prancis. Beberapa video yang beredar di media sosial menunjukkan bank-bank dijarah, barikade dipasang dan mobil-mobil dibakar. Puluhan ribu polisi dikerahkan ke seluruh wilayah Prancis.
"Platform dan jejaring (sosial) memainkan peran utama dalam peristiwa beberapa hari ini. Kita melihat mereka - Snapchat, TikTok dan beberapa lainnya - menjadi tempat di mana perkumpulan sarat kekerasan diorganisir, tapi ada juga tindakan meniru kekerasan yang bagi sebagian anak muda membuat mereka kehilangan kontak dengan kenyataan," sebut Macron dalam komentarnya.
"Anda mendapat kesan bahwa beberapa dari mereka mengalami di jalanan, apa yang terjadi dalam video games yang memabukkan mereka," imbuhnya.