Anggota parlemen Israel mengajukan usulan kontroversial untuk membagi kompleks Masjid Al-Aqsa bagi umat Yahudi dan Muslim. Usulan itu langsung ditanggapi penolakan oleh Palestina, yang sejak lama mengkhawatirkan situs suci itu akan terpecah.
Seperti dilansir Middle East Eye, Rabu (14/6/2023), usulan kontroversial itu disampaikan oleh Amit Halevi, yang merupakan anggota parlemen Israel dari Partai Likud, yang menaungi Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, dalam wawancara dengan surat kabar berbahasa Ibrani, Zeman Israel.
Halevi mengusulkan untuk memberikan umat Islam sekitar 30 persen di bagian selatan kompleks suci tersebut, sedangkan sisanya akan diberikan untuk umat Yahudi, termasuk area di mana Dome of the Rock berada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kompleks Masjid Al-Aqsa yang membentang seluas 14 hektare, mencakup Dome of the Rock serta beberapa ruang salat al-Qibli yang berkubah perak, merupakan situs suci Islam di mana kunjungan, doa dan ritual yang tidak diminta oleh non-Muslim dilarang, menurut perjanjian internasional sejak lama.
Bukit yang menjadi lokasi kompleks Masjid Al-Aqsa juga dikenal oleh umat Yahudi sebagai Temple Mount, dan diyakini sebagai lokasi di mana dua kuil Yahudi kuno pernah berdiri.
Usulan kontroversial itu dilontarkan setelah meningkatnya aksi pemukim Yahudi, terutama dari kalangan sayap kanan, menyusup ke kompleks suci itu, dan pelanggaran berulang terhadap perjanjian yang ada atas penggunaan situs suci tersebut oleh pasukan Israel.
Sejak Israel menduduki Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua yang menjadi lokasi Masjid Al-Aqsa, tahun 1967 silam, kelompok ultra-nasionalis Israel mendorong untuk memaksakan 'kedaulatan penuh' atas situs suci tersebut. Hal itu memicu kekhawatiran bahwa sifat Palestina dan Islam dalam situs itu akan diubah.
Lihat juga Video 'Tiga Warga Palestina Tewas Ditembak Tentara Israel di Tepi Barat':
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Kendali Israel atas Yerusalem Timur melanggar sejumlah prinsip di bawah hukum internasional, yang menetapkan bahwa kekuatan pendudukan tidak memiliki kedaulatan di wilayah yang didudukinya dan tidak bisa melakukan perubahan permanen di sana.
Palestina Menolak Usulan Kontroversial Israel
Usulan kontroversial itu mendapat penolakan dari warga Palestina, yang menyebut hal semacam itu hanya akan 'menyeret wilayah tersebut ke dalam tungku perang agama'.
Komisi Kepresidenan Tinggi Urusan Gereja di Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa rencana seperti itu harus 'dihentikan dan dikonfrontasi'.
Dalam wawancara itu, Halevi juga menyarankan agar wewenang Yordania atas kompleks Masjid Al-Aqsa dicabut. Keluarga Kerajaan Hashemite di Yordania telah menjadi penjaga situs suci Muslim dan Kristen di Yerusalem, termasuk Al-Aqsa, selama bertahun-tahun, sebagai bagian dari pengaturan internasional yang rumit, yang dikenal sebagai 'status quo'.
"Jika mereka berdoa di sana, itu tidak menjadikan seluruh Temple Mount sebagai tempat suci bagi Muslim. Itu tidak demikian dan tidak akan terjadi demikian," tegasnya, menggunakan istilah Yahudi Temple Mount untuk menyebut Al-Aqsa.
"Kami akan mengambil ujung utara dan berdoa di sana. Keseluruhan gunung itu suci bagi kami, dan Dome of the Rock adalah tempat di mana kuil itu berdiri. Ini harus menjadi panduan kami. Israel memimpin. Itu akan menjadi sejarah, sikap agama dan sikap nasional," imbuhnya.
Tidak hanya itu, Halevi juga berupaya mengubah prosedur akses bagi orang Yahudi yang mengunjungi Al-Aqsa, dengan menuntut agar umat Yahudi diperbolehkan masuk melalui semua gerbang, bukan hanya melalui Gerbang Maroko atau Bab al-Magharba.
Banyak warga Palestina khawatir jika umat Yahudi diizinkan masuk melalui gerbang berbeda akan menandakan langkah-langkah memperluas kendali Israel atas kompleks suci itu dan mengubah status quo sejak lama.