Kantor Atase Kebudayaan Arab Saudi di Sudan dijarah dan diserang pada hari Selasa (2/5) waktu setempat. Penyerangan ini terjadi seiring peperangan melanda negara Afrika itu.
Dilansir Al-Arabiya, Rabu (3/5/2023), Kementerian Luar Negeri Saudi menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa sekelompok pria bersenjata tak dikenal mencuri sejumlah properti dari kantor atase, melumpuhkan sistem dan server.
Pemerintah Saudi mengutuk serangan itu "sekeras mungkin" dan menyerukan untuk menghormati misi diplomatik dan meminta pertanggungjawaban para penyerang atas tindakan mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Saudi menegaskan kembali seruan pemerintah Arab Saudi sebelumnya untuk menghentikan eskalasi konflik di Sudan antara pihak-pihak yang bertikai dan memastikan perlindungan bagi diplomat, penduduk, dan warga sipil Sudan.
Dilansir DW, pertempuran masih terus terjadi di Khartoum, ibu kota Sudan. Serangan udara, tembakan, dan ledakan masih terus terjadi, meskipun ada perpanjangan kedua dari gencatan senjata selama 72 jam.
Perebutan kekuasaan antara pemimpin de facto Sudan, panglima militer Abdel Fattah Burhan, dan mantan wakilnya Mohammed Hamdan Dagalo (lebih dikenal sebagai Hemeti) yang memimpin kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat sudah memasuki minggu ketiga.
Pertempuran itu telah menewaskan lebih dari 500 orang, dengan ribuan lainnya terluka. Setidaknya 75.000 warga Sudan telah mengungsi di dalam negeri, dengan lebih dari 50.000 orang lainnya mengungsi lewat darat ke negara-negara tetangga, demikian data yang dilaporkan PBB.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan potensi gelombang pengungsi yang melarikan diri ke negara-negara tetangga Sudan, karena pertempuran yang terus berlanjut antara para jenderal militer di negara itu.
Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Filippo Grandi hari Senin (01/05) malam mengatakan, pihaknya bersama pemerintah dan mitra memprediksi, "kemungkinan lebih dari 800.000 orang melarikan diri dari pertempuran di Sudan ke negara-negara tetangga."
"Kami berharap itu tidak terjadi, tetapi jika kekerasan tidak berhenti, kita akan melihat lebih banyak orang terpaksa meninggalkan Sudan untuk mencari keselamatan," kata Grandi di Twitter seperti diberitakan DW.
Simak Video 'Militer Sudan dan RSF Sepakat Gencatan Senjata hingga 11 Mei':