Otoritas Iran menuduh musuh-musuh negara itu memanfaatkan dugaan serangan keracunan massal untuk melemahkan kepemimpinan ulama. Kecurigaan mengarah pada kelompok-kelompok garis keras yang menyatakan diri sebagai pelindung Islam.
Kasus keracunan massal di sekolah-sekolah Iran, terutama sekolah khusus perempuan, marak sejak November tahun lalu hingga beberapa waktu terakhir. Menurut kantor berita aktivis HRANA, kasus pertama muncul di kota Qom sebelum menyebar hingga ke 28 provinsi, dari total 31 provinsi yang ada di Iran.
Dilaporkan hingga ribuan anak sekolah di Iran mengalami keracunan massal hingga harus dirawat di rumah sakit setempat. Situasi ini mendorong sejumlah orangtua murid mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah-sekolah yang dilanda kasus itu, dan beberapa orangtua lainnya menggelar aksi protes.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus keracunan massal ini terjadi beberapa bulan setelah kematian wanita muda bernama Mahsa Amini (22) yang ditangkap polisi moral Iran karena melanggar aturan berhijab. Kematian Amini memicu unjuk rasa besar-besaran yang meluas ke berbagai wilayah Iran, dengan banyak siswi ikut bergabung.
Bahkan dalam sejumlah unjuk rasa, beberapa siswi Iran nekat mencopot hijab mereka di ruang-ruang kelas. Para aktivis setempat meyakini kasus keracunan massal itu masih berkaitan dengan unjuk rasa besar-besaran yang marak di Iran.
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sebelumnya menyebut keracunan massal itu sebagai 'tindak kriminal yang tidak termaafkan' dan menyatakan pelakunya pantas dihukum mati.
(nvc/idh)