Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menyatakan 'kecaman keras' terhadap serangan udara junta militer Myanmar yang dilaporkan menewaskan puluhan orang. ASEAN, yang diketuai Indonesia untuk tahun ini, menyerukan agar tindak kekerasan apapun di Myanmar segera diakhiri.
Seperti dilansir AFP, Kamis (13/4/2023), kecaman keras untuk junta militer Myanmar itu disampaikan ASEAN dalam pernyataan terbaru yang dirilis Indonesia, sebagai ketua ASEAN saat ini, pada Kamis (13/4) waktu setempat.
"Segala bentuk kekerasan harus diakhiri segera, terutama penggunaan kekerasan terhadap warga sipil," tegas ASEAN dalam pernyataannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan yang dirilis oleh Ketua ASEAN tidak serta merta mengindikasikan persetujuan semua negara anggota.
Jumlah korban tewas secara resmi akibat serangan udara junta militer Myanmar di wilayah Kanbalu, Sagaing, pada Selasa (11/4) pagi waktu setempat masih belum diketahui jelas. Namun laporan media-media terkemuka seperti BBC, The Irrawaddy dan Radio Free Asia menyebut sedikitnya 100 orang tewas.
Junta militer Myanmar telah mengonfirmasi pada Rabu (12/4) pagi bahwa pihaknya telah 'meluncurkan serangan udara terbatas' setelah menerima informasi dari warga setempat soal acara yang menandai pembukaan kantor pasukan pertahanan lokal terkait oposisi yang melawan pemerintah junta.
Serangan udara itu memicu kecaman dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan negara-negara Barat.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan juga 'Saat Pembantaian di Myanmar, 17 Warga Sipil Dipenggal Militer Junta':
Indonesia menjabat Ketua ASEAN untuk tahun 2023 ini dan akan menjadi tuan rumah bagi pertemuan pemimpin tahunan untuk 10 negara anggota ASEAN pada Mei dan September mendatang.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi mengatakan pekan lalu bahwa Jakarta bekerja keras untuk menerapkan 'konsensus lima poin' yang disepakati dengan junta Myanmar pada April 2021, yang menyerukan diakhirinya kekerasan dan dilakukannya dialog antara militer dengan pemberontak.
Namun rencana itu sebagian besar diabaikan oleh junta Myanmar dan upaya-upaya ASEAN untuk menyelesaikan krisis sejauh ini gagal.
Menyusul kudeta yang menggulingkan pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi tahun 2021 lalu, penindakan keras oleh junta militer Myanmar terhadap perbedaan pendapat dan kelompok bersenjata yang menentang kekuasaan mereka telah merenggut lebih dari 3.200 korban jiwa, menurut data kelompok pemantau setempat.