Iran marak dilanda unjuk rasa besar-besaran sejak kematian Amini pada September tahun lalu, atau beberapa hari setelah dia ditangkap oleh polisi moral di Teheran atas dugaan melanggar aturan berhijab.
Pernyataan Ejei itu menjadi gambaran jelas untuk pertama kalinya soal seberapa luas cakupan operasi penindakan tegas pemerintah Iran terhadap para demonstran yang memprotes kematian Amini. Aksi protes yang berlangsung di berbagai wilayah Iran itu kemudian meluas menjadi unjuk rasa antipemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu juga dinilai menunjukkan bahwa otoritas teokrasi Iran kini merasa cukup aman untuk mengakui skala kerusuhan di wilayah mereka, yang menjadi salah satu tantangan paling serius bagi negara tersebut sejak Revolusi Islam tahun 1979 silam.
Teheran sebelumnya hanya menyebut 'puluhan ribu' orang ditahan dalam berbagai unjuk rasa. Pernyataan terbaru Ejei mengungkapkan angka yang lebih tinggi dari data yang dirilis para aktivis HAM. Namun tidak ada pembebasan massal yang didokumentasikan dalam beberapa hari terakhir oleh media maupun aktivis Iran.
Laporan Aktivis Hak Asasi Manusia di Iran, yang melacak operasi pemerintah Iran, menyebut lebih dari 19.700 orang ditangkap dalam unjuk rasa. Disebutkan juga dalam laporan itu bahwa sedikitnya 530 orang tewas saat pemerintah Iran menindak tegas unjuk rasa di wilayahnya.
Otoritas Teheran belum merilis data jumlah korban tewas dalam unjuk rasa selama berbulan-bulan terakhir.
Diketahui juga bahwa kemarahan masih tetap ada di negara yang berjuang menghadapi anjloknya mata uang mereka, Rial Iran, juga mengalami kesengsaraan ekonomi dan ketidakpastian dalam hubungannya dengan dunia luar usai runtuhnya kesepakatan nuklir tahun 2015 dengan negara-negara kekuatan dunia.
(nvc/ita)