Rusia memutuskan untuk menarik diri dari perjanjian pengendalian senjata nuklir dengan Amerika Serikat (AS). Presiden AS Joe Biden pun memberi sindiran keras ke Rusia.
Dirangkum detikcom, Jumat (24/2/2023), perjanjian itu ditandatangani Rusia pada tahun 2010 lalu. Kala itu Presiden AS Barack Obama menandatangani perjanjian bersama Presiden Rusia saat itu, Dmitry Medvedev.
Washington melihat perjanjian itu sebagai bagian dari pengaturan ulang yang lebih bersahabat dengan Kremlin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah diperbarui tahun 2021, perjanjian itu ditetapkan akan berlaku hingga tahun 2026.
Perjanjian itu mengatur AS dan Rusia untuk membatasi pasokan nuklir hingga maksimum masing-masing 1.550 hulu ledak strategis ofensif. Angka itu merupakan pemotongan sebesar 30 persen dari batasan yang sebelumnya ditetapkan tahun 2002 lalu.
Pembatasan juga berlaku untuk peluncur dan pengebom nuklir, yakni masing-masing maksimum 800 unit -- yang masih cukup untuk meledakkan dunia berkali-kali.
Dalam pidato kenegaraan di hadapan elite politik Rusia pada Selasa (21/2) waktu setempat, Putin menyatakan Rusia menarik diri dari perjanjian itu, namun tidak sepenuhnya menghancurkan perjanjian itu.
"New START tidak mati, tapi dalam keadaan koma yang diinduksi," sebut Emmanuelle Maitre yang merupakan peneliti pada Yayasan untuk Riset Strategis, sebuah think-tank di Paris, Prancis.
Perjanjian semacam ini bekerja atas dasar keinginan politik, dan jelas tidak ada yang tersisa," ucap Maitre kepada AFP.
Simak Video 'Joe Biden Disebut Tak Berani ke Ukraina Tanpa Memperingatkan Rusia':
Selengkapnya di halaman berikut
Bukan Hal Baru
Sementara Putin menjadi pemimpin terbaru yang menarik negaranya dari perjanjian yang mengatur pengendalian senjata dan anti-proliferasi semacam itu, dia bukanlah yang pertama. Tahun 2002 lalu, Presiden AS saat itu, George W Bush, meninggalkan Perjanjian Rudal Anti-Balistik (ABM) setelah 30 tahun.
Selama kepemimpinan Presiden Donald Trump, AS juga menarik diri dari perjanjian nuklir Iran, perjanjian Open Skies soal pengawasan udara dan dari Perjanjian Kekuatan Nuklir Jangka Menengah (INF).
Tetapi bahkan ketika Putin merusak kesepakatan keamanan global, Marc Finaud yang merupakan mantan diplomat dan sekarang menjabat Wakil Presiden IDN, asosiasi Prancis yang mempromosikan perlucutan nuklir mengingatkan bahwa 'kita tidak seharusnya terlalu mendramatisasi'.
"Itu merupakan cara untuk menekan Amerika Serikat dan NATO, dan bagian dari strategi yang tidak berubah untuk membuat ancaman yang semakin agresif. Namun itu bukan perubahan radikal yang strategis. Doktrin Rusia masih tetap sama," sebut Finaud kepada AFP.
Perjanjian Telah 'Bermasalah'
Diketahui, perjanjian New START sendiri telah mengalami masalah selama beberapa waktu, yang sebagian besar karena pertanyaan pelik soal inspeksi yang dihentikan selama pandemi virus Corona (COVID-19). Presiden AS Joe Biden telah berupaya membangkitkan kembali inspeksi rutin itu, namun tidak membuahkan berhasil.
Di luar cakupan perjanjian itu, kepala peneliti kelompok Soufan, think-tank keamanan internasional AS, Colin Clarke menilai penangguhan New START oleh Rusia juga dinilai menjadi 'bukti seberapa parah hubungan antara Moskow dan Washington telah memburuk'.
Langkah terbaru Putin yang diumumkan pada Selasa (21/2) waktu setempat, menurut Clarke, menjadi manifestasi terbaru dari hubungan AS-Rusia yang kini diibaratkan menggunakan 'alat bantuan kehidupan'.
Di sisi lain, Maitre menyebut mundurnya Rusia dari perjanjian itu bisa menjadi peluang bagi AS untuk merestrukturisasi persenjataannya dan mungkin meningkatkannya dalam beberapa tahun ke depan.
Selengkapnya di halaman berikut
Keputusan Putin Disebut 'Kesalahan Besar'
Terkait penarikan perjanjian itu, Biden mengkritik keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menangguhkan perjanjian nuklir utama dengan Washington. Namun, Biden menekankan tidak ada indikasi Moskow semakin dekat untuk benar-benar menggunakan senjata nuklir.
"Melakukan itu adalah kesalahan besar, tidak bertanggung jawab," kata Biden kepada ABC News dalam sebuah wawancara di Polandia, seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (23/2/2023).
"Tapi saya tidak melihat bahwa dia berpikir untuk menggunakan senjata nuklir atau semacamnya," imbuhnya.
Biden mengatakan kepada ABC News bahwa dia "yakin bahwa kami akan dapat menyelesaikannya," tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Beberapa waktu lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyebut keputusan Rusia itu "sangat disayangkan dan tidak bertanggung jawab". Namun, dia menambahkan bahwa Washington masih bersedia membicarakan masalah tersebut.
"Kami tetap siap untuk berbicara tentang pembatasan senjata strategis kapan saja dengan Rusia, terlepas dari apa pun yang terjadi di dunia atau dalam hubungan kami," kata Blinken kepada wartawan di kedutaan Amerika di Athena, Yunani selama kunjungan regional, seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (22/2/2023).
"Pengumuman Rusia yang menangguhkan partisipasi dalam New Start sangat disayangkan dan tidak bertanggung jawab," kata Blinken.
"Kami akan mengawasi dengan hati-hati untuk melihat apa yang sebenarnya dilakukan Rusia. Kami tentu saja akan memastikan bahwa bagaimanapun kami berada dalam posisi yang tepat untuk keamanan negara kami sendiri dan sekutu kami," tambahnya.