Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres mengutuk invasi Rusia ke Ukraina saat Majelis Umum PBB bertemu dalam sesi khusus pada Rabu (22/2) waktu setempat, dua hari sebelum peringatan setahun serangan Moskow tersebut.
"Invasi itu merupakan penghinaan terhadap hati nurani kolektif kita," kata Guterres, menyebut peringatan itu sebagai "tonggak sejarah yang suram bagi rakyat Ukraina dan komunitas internasional."
Dilansir kantor berita AFP, Kamis (23/2/2023), saat pertempuran masih berkecamuk di Ukraina, Majelis Umum mulai memperdebatkan resolusi yang didukung oleh Ukraina dan sekutunya yang menyerukan "perdamaian yang adil dan abadi".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun tindakan tersebut tidak sekuat yang diinginkan Ukraina, diharapkan sebagian besar negara-negara PBB akan mendukung resolusi yang tidak mengikat tersebut, untuk menunjukkan bahwa Ukraina mendapat dukungan dari komunitas global.
Puluhan negara telah mensponsori resolusi tersebut, yang menekankan "kebutuhan untuk mencapai, sesegera mungkin, perdamaian yang komprehensif, adil dan abadi di Ukraina sejalan dengan prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa."
Resolusi tersebut menegaskan kembali "komitmen PBB terhadap kedaulatan, kemerdekaan, persatuan dan integritas wilayah Ukraina" dan menyerukan penghentian segera permusuhan.
Resolusi tersebut juga menuntut Rusia "segera, sepenuhnya dan tanpa syarat menarik semua pasukan militernya dari wilayah Ukraina."
Simak Video 'Tangguhkan Perjanjian Nuklir, Rusia Kini Produksi Massal Rudal Hipersonik':
Dalam sambutan pembukaannya, Guterres menyoroti dampak invasi Rusia terhadap Ukraina bagi dunia. Pemimpin badan dunia itu menekankan bahwa invasi yang dimulai pada 24 Februari 2022 tersebut telah menyebabkan delapan juta pengungsi, dan merusak pasokan pangan dan energi global di negara-negara yang jauh dari zona perang.
"Seperti yang saya katakan sejak hari pertama, serangan Rusia ke Ukraina menantang prinsip-prinsip dan nilai landasan sistem multilateral kita," katanya.
"Sementara prospek mungkin terlihat suram hari ini, kita tahu bahwa perdamaian sejati dan abadi harus didasarkan pada Piagam PBB dan hukum internasional. Semakin lama pertempuran berlanjut, semakin sulit hal ini," imbuh Guterres.
Dengan resolusi baru tersebut, Ukraina berharap untuk mendapatkan dukungan dari banyak negara setidaknya seperti pada bulan Oktober tahun lalu, ketika 143 negara memilih untuk mengutuk aneksasi Rusia atas beberapa wilayah Ukraina.