Gempa magnitudo 7,8 yang mengguncang Turki dan Suriah menyebabkan 41.000 orang tewas. Tentara Rusia dikirim Suriah untuk bantu korban gempa.
Gempa kuat yang mengguncang 6 Februari lalu itu memicu kerusakan parah di kedua negara, dengan banyak bangunan terutama gedung tempat tinggal hancur. Banyak korban selamat yang kehilangan rumah dan tempat tinggal mereka di tengah suhu dingin yang nyaris membekukan di kedua negara.
Erdogan, dalam pernyataannya, mengakui adanya masalah dalam respons awal terhadap gempa tersebut. Namun, lanjut Erdogan, situasi saat ini telah terkendali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita menghadapi salah satu bencana alam terbesar tidak hanya di negara kita, tapi juga dalam sejarah kemanusiaan," sebut Erdogan.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (15/2/2023), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam pernyataannya, mengakui adanya masalah dalam respons awal terhadap gempa tersebut. Namun, lanjut Erdogan, situasi saat ini telah terkendali.
"Kita menghadapi salah satu bencana alam terbesar tidak hanya di negara kita, tapi juga dalam sejarah kemanusiaan," sebut Erdogan.
Pada Selasa (14/2) waktu setempat, atau lebih dari sepekan usai gempa mengguncang, sembilan orang berhasil diselamatkan dari puing bangunan di Turki.
Mereka yang diselamatkan termasuk dua laki-laki berusia 21 tahun dan 17 tahun, yang merupakan kakak-beradik, yang tertimbun reruntuhan apartemen di Provinsi Kahramanmaras, yang terletak dekat pusat gempa.
Tenaga kesehatan di Suriah kekurangan orang
Kebanyakan dari korban gempa dibawa ke rumah sakit Bab al-Hawa, yang didukung oleh Organisasi Medis Amerika-Suriah.
Mereka menangani 350 pasien setelah gempa terjadi, kata ahli bedah umum Dr Farouk al Omar kepada saya. Semua perawatan dilakukan hanya dengan satu alat ultrasonografi.
"Kami tidak bisa membicarakan lagi topik itu. Kami sudah banyak menyuarakan itu. Tetapi tidak ada yang terjadi. Bahkan dalam kondisi normal, kami tidak memiliki jumlah petugas yang cukup.
"Bayangkan saja bagaimana kondisi nantinya seperti apa setelah gempa," ujar sang dokter.
Di ujung koridor, seorang bayi mungil berbaring dalam inkubator. Bayi itu bernama Mohammad Ghayyath Rajab. Kepalanya memar dan diperban, dan dadanya yang kecil naik turun berkat alat bantu pernapasan.
Para dokter belum bisa memastikan, tetapi mereka memperkirakan umur bayi itu sekitar tiga bulan.
Kedua orang tuanya tewas dalam gempa bumi, dan seorang tetangga menemukannya menangis sendirian dalam kegelapan di reruntuhan rumahnya.
Rusia Kerahkan 300 Tentara
Rusia mengerahkan lebih dari 300 tentaranya dan 60 unit peralatan militer khusus untuk membantu upaya pemulihan di Suriah setelah gempa bumi Magnitudo 7,8mengguncang sepekan lalu. Ribuan orang dilaporkan tewas di Suriah yang dilanda perang berkepanjangan itu.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (15/2/2023), Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataannya menyebut ratusan tentara Rusia itu telah berada di wilayah Suriah untuk membantu aktivitas pembersihan puing-puing yang ambruk akibat gempa dan operasi pencarian korban.
Tentara-tentara yang dikerahkan itu merupakan bagian dari pasukan Rusia yang sebelumnya ditugaskan di Suriah. Moskow diketahui bersekutu dengan rezim Suriah yang melawan pemberontak dan oposisi dalam konflik berkelanjutan di negara tersebut.
"Para prajurit dari kelompok pasukan Rusia terus melakukan aktivitas-aktivitas untuk membersihkan puing-puing dan menghilangkan konsekuensi gempa bumi," sebut Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataan via Telegram.
"Lebih dari 300 tentara dan 60 unit militer dan peralatan khusus telah terlibat dalam pekerjaan itu," imbuh pernyataan tersebut.
Disebutkan juga oleh Kementerian Pertahanan Rusia bahwa paket bantuan berupa makanan dan disinfektan, juga kebutuhan pokok lainnya, telah dikirimkan ke titik bantuan kemanusiaan di Aleppo.
Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia dalam pernyataan pada Senin (13/2) waktu setempat, mengatakan telah melakukan kontak dengan otoritas Suriah untuk memberikan bantuan ke wilayah-wilayah yang terdampak gempa.