Pada Rabu (4/1) waktu setempat, masih dalam respons atas kartun Khamenei itu, Kementerian Luar Negeri Iran memanggil Duta Besar Prancis di Teheran, Nicolas Roche, untuk menyampaikan protes resmi.
"Prancis tidak memiliki hak untuk menghina negara dan bangsa Muslim lainnya dengan dalih kebebasan berekspresi," tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanani dalam pernyataannya.
"Iran tengah menunggu penjelasan dan tindakan kompensasi dari pemerintah Prancis dalam mengutuk perilaku yang tidak bisa diterima dari publikasi Prancis ini," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dipandang oleh pendukungnya sebagai pembela kebebasan berbicara dan oleh pengkritiknya sebagai provokasi tidak perlu, Charlie Hebdo juga dianggap kontroversial di dalam Prancis sendiri.
Charlie Hebdo, dalam penjelasannya, menyebut kontes kartun itu dimaksudkan 'untuk mendukung perjuangan rakyat Iran untuk kebebasan mereka'.
Otoritas Iran mengatakan ratusan orang, termasuk sejumlah personel pasukan keamanan, tewas dan ribuan orang lainnya ditangkap dalam serangkaian unjuk rasa yang disebut otoritas Teheran sebagai 'kerusuhan'. Iran juga menuduh kekuatan asing dan kelompok oposisi telah menghasut kerusuhan.
"Itu adalah cara kami untuk menunjukkan dukungan bagi pria dan wanita Iran yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk mempertahankan kebebasan mereka melawan teokrasi yang telah menindas mereka sejak tahun 1979," sebut Direktur Charlie Hebdo, Laurent Sourisseau, dalam editorialnya.
Disebutkan Sourisseau bahwa semua kartun yang diterbitkan Charlie Hebdo 'memiliki tujuan menentang otoritas yang diklaim sebagai pemimpin tertinggi, juga kelompok pelayannya dan antek-antek lainnya'.
Khamenei yang menjadi penerus pemimpin revolusioner Ayatollah Ruhollah Khomenei, diangkat menjadi pemimpin tertinggi Iran seumur hidup. Kritikan apapun terhadap Khamenei dilarang di dalam wilayah Iran.
(nvc/idh)