Taliban yang kini berkuasa di Afghanistan telah membebaskan dua warga negara Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya ditahan di negara tersebut. Otoritas Washington DC menyebut pembebasan dua warganya itu dilakukan atas dasar 'isyarat niat baik'.
Seperti dilansir AFP, Rabu (21/12/2022), pembebasan itu dilakukan pada Selasa (20/12) waktu setempat, atau pada hari yang sama saat Taliban mengumumkan larangan nasional bagi perempuan Afghanistan untuk menempuh pendidikan tinggi.
"Ini, kami memahami, sebagai isyarat niat baik dari pihak Taliban. Ini bukan dari bagian dari pertukaran tahanan. Tidak ada uang yang berpindah tangan," ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price kepada wartawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Taliban Larang Perempuan Afghanistan Kuliah |
Dua warga AS yang dibebaskan Taliban itu akan dibawa ke Qatar, yang telah memainkan peran kunci dalam mendukung kepentingan AS di Afghanistan sejak Taliban mengambil alih kekuasaan.
Lebih lanjut, Price mengatakan bahwa aturan kerahasiaan melarang dirinya untuk memberikan informasi lebih detail soal dua warga AS itu.
Namun laporan media CNN menyebut salah satu yang dibebaskan adalah Ivor Shearer, seorang pembuat film yang ditangkap pada Agustus lalu bersama seorang produser dari Afghanistan -- yang nasibnya tidak jelas -- saat merekam lokasi serangan drone AS yang menewaskan pemimpin Al-Qaeda Ayman al-Zawahiri.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Pembebasan dua warga AS itu terjadi pada hari yang sama ketika Taliban mengumumkan larangan bagi perempuan Afghanistan untuk mengenyam pendidikan di universitas. AS mengecam keras larangan itu dan memperingatkan adanya konsekuensi untuk Taliban.
"Ironisnya mereka memberi kami isyarat niat baik pada hari ketika mereka melakukan isyarat seperti ini pada warga Afghanistan, itu bukan kerugian bagi kita. Tapi ini menjadi pertanyaan bagi Taliban sendiri terkait pemilihan waktu untuk ini," sebut Price dalam pernyataannya.
Otoritas Washington DC berulang kali mengecam rekam jejak Taliban sejak militan radikal itu kembali berkuasa di Afghanistan tahun lalu, setelah Presiden Joe Biden menarik pulang tentara AS yang memicu kolapsnya pemerintahan yang didukung Barat.
Namun pemerintahan Biden menyebut Taliban juga sangat membantu selama proses pengambilalihan kekuasaan dengan membiarkan warga AS meninggalkan Afghanistan.