Langkah itu mencerminkan konsesi langka dari otoritas Iran terhadap gerakan protes oleh rakyatnya. Di sisi lain, otoritas Iran tampaknya mengakui dampak demoralisasi dari krisis ekonomi yang dipicu oleh sanksi-sanksi Amerika Serikat (AS).
"Cara terbaik untuk menghadapi kerusuhan adalah ... memperhatikan tuntutan nyata rakyat," ucap juru bicara dewan presidium parlemen Iran, Seyyed Nezamoldin Mousavi, merujuk pada 'mata pencaharian dan ekonomi'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kabar pembubaran polisi moral itu disambut skeptisisme oleh sejumlah warga Iran di media sosial. Beberapa warga menyuarakan kekhawatiran bahwa peran polisi moral akan diambil alih oleh sebuah unit baru.
Diketahui bahwa polisi moral, atau yang secara resmi disebut sebagai Gasht-e Ershad atau 'Patroli Bimbingan', dibentuk untuk 'menyebarkan budaya kesopanan dan hijab' di Iran di bawah kepemimpinan mantan Presiden Mahmoud Ahmadinejad.
Unit itu dibentuk oleh Dewan Tertinggi Revolusi Kebudayaan Iran, yang saat ini dipimpin oleh Presiden Ebrahim Raisi.
Polisi moral memulai patrolinya tahun 2006 untuk menegakkan aturan berpakaian yang juga mewajibkan perempuan untuk mengenakan pakaian panjang dan melarang celana pendek, jeans robek dan pakaian lainnya yang dianggap tidak sopan.
Secara terpisah, media pemerintah Iran, Al-Alam, yang dikutip CNN dengan keras membantah pernyataan Montazeri tersebut. Ditegaskan Al-Alam bahwa Kementerian Dalam Negeri yang mengawasi polisi moral, bukan otoritas kehakiman.
"Tidak ada pejabat Republik Iran yang mengatakan bahwa Patroli Bimbingan (polisi moral-red) telah ditutup," tegas Al-Alam dalam laporannya pada Minggu (4/12) sore waktu setempat.
CNN telah menghubungi Kementerian Dalam Negeri Iran, namun belum mendapatkan jawaban.
(nvc/ita)