Pengadilan Turki memerintahkan penahanan 17 tersangka, termasuk seorang wanita Suriah, atas dugaan keterlibatan dalam ledakan di Istanbul yang menewaskan enam orang pekan lalu.
Seperti dilansir AFP, Jumat (18/11/2022), pemerintah Turki menuduh Partai Pekerja Kurdistan (PKK) bertanggung jawab atas ledakan yang mengguncang Istanbul pada Minggu (13/11) lalu. PKK telah dilarang dan ditetapkan sebagai kelompok teror oleh otoritas Ankara beserta sekutu-sekutu Baratnya.
Korban tewas akibat ledakan itu termasuk dua anak perempuan berusia 9 tahun dan 15 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PKK dan kelompok pecahannya, YPG, membantah keterlibatan dalam ledakan itu. Belum ada individu maupun kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas ledakan di Istanbul itu.
Kepolisian Turki menangkap tersangka utama yang diidentifikasi bernama Alham Albashir di pinggiran Istanbul. Albashir merupakan seorang wanita Suriah yang diduga bekerja untuk militan Kurdi.
Dalam interogasi dengan otoritas Turki, Albashir dilaporkan telah mengakui dirinya yang menanam bom di lokasi ledakan.
Pengadilan Istanbul mengumumkan penahanan pra-sidang terhadap 17 tersangka yang dijerat dakwaan 'menghancurkan persatuan negara', pembunuhan secara sengaja' dan 'percobaan pembunuhan secara sengaja'.
Laporan kantor berita Anadolu menyebut Albashir bergabung PKK karena pengaruh kekasihnya dan menjaga hubungannya dengan kelompok itu setelah putus dengan kekasihnya. Media-media lokal Turki melaporkan banyak informasi detail soal Albashir, namun masih banyak pertanyaan soalnya yang belum terjawab.
Wanita Suriah itu dilaporkan menyeberang secara ilegal ke Turki, dari wilayah Afrin dekat perbatasan yang dikuasai kelompok-kelompok yang didukung Ankara. Ada juga pertanyaan soal bagaimana wanita Suriah itu bisa menyewa apartemen di Istanbul.
Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu menyatakan Ankara meyakini perintah serangan diberikan dari wilayah Kobane, yang dikuasai oleh pasukan milisi Kurdi Suriah.
Ledakan di Istanbul itu tercatat sebagai serangan yang paling mematikan dalam lima tahun dan membangkitkan kenangan pahit dari gelombang pengeboman tahun 2015-2017 yang sebagian besar disalahkan pada militan Kurdi dan Islamic State (ISIS).