Lima puluh negara menandatangani pernyataan bersama yang mengutuk pelanggaran hak asasi manusia "berat dan sistematis" di wilayah Xinjiang, China. Pernyataan bersama itu dibacakan dalam sebuah debat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Kami sangat prihatin dengan situasi hak asasi manusia di Republik Rakyat China, terutama pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung dari Uighur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang," demikian bunyi pernyataan itu, yang dibacakan oleh Kanada selama debat Komite Ketiga Majelis Umum PBB, yang menangani hak asasi manusia.
Dilansir kantor berita AFP, Selasa (1/11/2022), Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) pada bulan Agustus lalu menerbitkan laporan yang telah lama ditunggu-tunggu mengenai Xinjiang. Dalam laporan itu disebut tentang kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dialami komunitas Uighur dan minoritas Muslim lainnya di wilayah Xinjiang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beijing menolak tuduhan itu, mengklaim pihaknya justru memerangi terorisme dan memastikan pembangunan di kawasan itu.
"Pelanggaran HAM berat dan sistematis seperti itu tidak dapat dibenarkan atas dasar kontra-terorisme. Mengingat beratnya penilaian OHCHR, kami khawatir China sejauh ini menolak untuk membahas temuan OHCHR," imbuh pernyataan bersama itu.
Ke-50 negara penandatangan pernyataan tersebut termasuk Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Prancis, Australia, Israel, Turki, Guatemala, dan bahkan Somalia.
Mereka mendesak Beijing untuk "menerapkan rekomendasi penilaian OHCHR" yang mencakup "mengambil langkah cepat untuk membebaskan semua individu yang secara sewenang-wenang dirampas kebebasannya di Xinjiang, dan untuk segera mengklarifikasi nasib dan keberadaan anggota keluarga yang hilang dan memfasilitasi kontak dan reuni yang aman. "
Sebelumnya pada awal Oktober, China berhasil menghindari pembahasan laporan OHCHR di Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berbasis di Jenewa, setelah mayoritas dari 47 anggota badan tersebut memblokir awal perdebatan.
Human Rights Watch, LSM internasional, pada hari Senin (31/10) meminta Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk "mencoba lagi" untuk mengadakan debat "sesegera mungkin."
"Jelas, momentum diplomatik untuk meminta pertanggungjawaban Beijing atas pelanggaran hak asasi manusianya semakin meningkat," kata direktur Human Rights Watch, Louis Charbonneau.
"Human Rights Watch mendesak anggota dewan untuk mencoba lagi pada tanggal sedini mungkin untuk membahas dan mempertimbangkan opsi untuk membangun mekanisme yang didukung PBB untuk menyelidiki lebih lanjut tanggung jawab pemerintah China atas pelanggaran hak asasi manusia," tambahnya.