Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengumumkan bantuan militer terbaru senilai US$ 600 juta (Rp 8,9 triliun) untuk membantu Ukraina menghadapi invasi Rusia. Bantuan militer itu mencakup persenjataan seperti sistem roket jarak jauh yang canggih buatan AS, atau HIMARS.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (16/9/2022), pemberian bantuan militer terbaru untuk Ukraina itu disampaikan dalam memo Gedung Putih yang dikirimkan kepada Departemen Luar Negeri AS pada Kamis (15/9) waktu setempat.
Biden mengesahkan bantuan militer itu menggunakan Otoritas Penarikan Kepresidenan (Presidential Drawdown Authority), yang memungkinkan Presiden AS untuk mengizinkan transfer kelebihan persenjataan dari pasokan AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Paket bantuan militer yang akan diberikan AS kepada Ukraina itu, menurut Pentagon, mencakup Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS), kacamata penglihatan malam, ranjau Claymore, peralatan pembersih ranjau, peluru artileri 105 mm dan peluru artileri jenis precision guided 155 mm.
Memo Gedung Putih itu juga menyebutkan bahwa dana yang dialokasikan bagi bantuan militer itu akan digunakan untuk pendidikan dan pelatihan militer.
Pengiriman bantuan militer untuk Ukraina ini sudah yang kesekian kali dilakukan AS sejak Rusia melancarkan invasi pada akhir Februari lalu. Secara total, Washington AS sudah mengirimkan bantuan keamanan dengan nilai mencapai US$ 15,1 miliar kepada pemerintah Kiev.
"Untuk memenuhi kebutuhan di medan pertempuran yang terus berkembang di Ukraina, Amerika Serikat akan terus bekerja sama dengan sekutu-sekutunya dan mitra-mitranya untuk menyediakan kemampuan penting bagi Ukraina," sebut Pentagon dalam pernyataannya.
Simak juga 'AS Kirim Paket Bantuan Terbesar Sepanjang Masa ke Ukraina':
Sebelumnya, seperti dilansir AFP, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby, memuji 'momentum' baru Ukraina dalam mengusir pasukan Rusia dari sejumlah wilayah yang sebelumnya sempat diduduki.
Namun, Kirby mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan apakah keberhasilan Ukraina memaksa mundur pasukan Rusia dari sejumlah wilayah di timur, menandakan titik balik dalam perang secara keseluruhan.
"Saya pikir apa yang Anda lihat tentu saja merupakan pergeseran momentum oleh angkatan bersenjata Ukraina," kata Kirby.
"Tetapi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky harus menjadi orang yang menentukan dan memutuskan apakah dia merasa secara militer mereka telah mencapai titik balik," imbuhnya.