Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah memerintahkan serangan udara ke Suriah. Biden menyebut serangan udara dan artileri AS yang menewaskan empat gerilyawan di Suriah timur itu, diperintahkan untuk melindungi pasukan AS dari serangan milisi yang didukung Iran.
"Saya memerintahkan serangan 23 Agustus untuk melindungi dan menjaga keselamatan personel kita ... dan untuk mencegah Republik Islam Iran dan kelompok milisi yang didukung Iran melakukan atau mendukung serangan lebih lanjut terhadap personel dan fasilitas Amerika Serikat," kata Biden dalam sebuah pernyataan penjelasan kepada Kongres AS tentang serangan tersebut seperti dilansir dari kantor berita AFP, Jumat (26/8/2022).
Biden mengatakan serangan AS itu, tindakan terberat oleh pasukan Amerika di kawasan itu dalam beberapa bulan, dilakukan untuk merespons serangkaian serangan roket terhadap fasilitas AS dan pasukan mitra di daerah itu, termasuk serangan di al-Tanf Garrison dan Mission Support Site Green Village pada 15 Agustus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biden mengatakan serangan balasan, yang melibatkan helikopter serang Apache, AC-130 tempur dan artileri M777, menargetkan fasilitas yang digunakan oleh penyerang untuk logistik dan penyimpanan amunisi.
Serangan AS pertama terjadi pada hari Selasa (23/8) lalu. Namun, setelah itu para gerilyawan sekutu Iran meluncurkan serangan baru terhadap posisi AS pada hari Rabu (24/8), yang kemudian mendorong militer AS melancarkan serangan lebih besar.
Menurut Komando Pusat AS yang mengawasi operasi Timur Tengah, secara total empat milisi tewas dan tujuh peluncur roket hancur dalam serangan AS itu.
Tiga anggota militer Amerika Serikat juga mengalami luka ringan dalam gempuran milisi pada hari Rabu.
"Kami membuat keputusan bersama untuk memberikan tanggapan proporsional di sini dari sudut pandang pencegahan," kata juru bicara Pentagon, Brigadir Jenderal Patrick Ryder.
Lihat juga video 'Detik-detik Rudal Israel Ditangkal Pertahanan Udara Suriah':
Serangan-serangan itu terjadi di Deir Ezzor, sebuah provinsi strategis kaya minyak Suriah yang berbatasan dengan Irak.
Wilayah timur Sungai Efrat tersebut didominasi oleh Pasukan Demokratik Suriah yang dipimpin Kurdi, sekutu-sekutu Amerika Serikat dan mitra koalisi lainnya yang terus melakukan misi melawan sisa-sisa kelompok ISIS.
Pemerintah Iran telah membantah klaim AS bahwa mereka berada di balik serangan milisi terhadap pasukan Amerika di Suriah.
Teheran menyebut hanya memiliki Korps Garda Revolusi Islam yang diposisikan di dalam Suriah sebagai "penasihat militer" pasukan pro-rezim.