Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson menolak untuk mengundurkan diri setelah jajaran menteri dari kabinetnya mengundurkan diri dalam waktu bersamaan pekan ini. Desakan mundur semakin memuncak untuk Johnson yang pemerintahannya diselimuti banyak skandal beberapa waktu terakhir.
Dilansir AFP, Kamis (7/7/2022), Johnson menegaskan akan tetap bertahan untuk menjalankan tugasnya sebagai PM Inggris meskipun desakan mundur mencuat dari para kolega politiknya. Dia menyatakan akan fokus pada 'masalah yang sangat penting yang dihadapi negara'.
"Tugas seorang Perdana Menteri dalam situasi sulit ketika Anda telah diberi mandat besar adalah untuk terus lanjut dan itulah yang akan saya lakukan," kata Johnson kepada para anggota Parlemen Inggris pada Rabu (6/7) waktu setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tengah situasi sulit, Johnson malah memecat seorang pejabat tinggi yang juga sekutunya, Michael Gove, yang menjabat Sekretaris Komunitas pada kabinet pemerintahan. Gove merupakan tangan kanan Johnson semasa kampanye referendum Brexit tahun 2016.
Gove dipecat setelah dilaporkan menjadi anggota kabinet pertama yang mengkonfrontasi Johnson, pada Rabu (6/7) pagi, dengan pesan bahwa Johnson harus mundur demi kebaikan Partai Konservatif dan negara.
Pemecatan Gove itu dinilai secara dramatis menunjukkan bahwa Johnson yang memimpin Partai Konservatif tidak akan mundur tanpa perlawanan.
"Kita akan melihat dia berjuang. Perdana Menteri sedang bersemangat dan akan terus berjuang," ucap sekretaris pribadi parlemen untuk Johnson, James Duddridge, kepada Sky News, sembari mengonfirmasi pemecatan Gove.
Simak Video: 5 Menterinya Mundur, PM Inggris Ditertawakan Para Anggota Parlemen
Dia menambahkan bahwa Johnson, pekan depan, akan mengungkapkan strategi baru melawan krisis biaya hidup yang melanda Inggris. Saat berbicara di Parlemen, Johnson juga menolak seruan yang dicetuskan oposisi Partai Buruh untuk menggelar pemilu segera setelah jajaran menterinya mundur.
"Saya benar-benar tidak berpikir bahwa siapapun di negara ini menginginkan para politikus untuk terlibat dalam Pemilu sekarang. Dan saya pikir kita perlu terus melayani para pemilih kita, dan menangani masalah-masalah yang mereka pedulikan," ujarnya.
Rentetan pengunduran diri jajaran menteri kabinet Johnson dimulai dengan pengumuman mundur yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Rishi Sunak dan Menteri Kesehatan (Menkes) Sajid Javid pada Selasa (5/7) malam waktu Inggris.
Keduanya menyatakan mundur karena tidak bisa lagi mentolerir budaya skandal yang menyelimuti pemerintahan Johnson selama berbulan-bulan ini, mulai dari skandal pelanggaran aturan lockdown virus Corona (COVID-19) oleh Downing Street hingga skandal mengabaikan tuduhan pelecehan seksual oleh sekutu Johnson.
Pengunduran diri Sunak dan Javid yang merupakan dua menteri senior dilakukan setelah Johnson meminta maaf karena menunjuk Anggota Parlemen senior dari Partai Konservatif, Chris Pincher, sebagai wakil ketua whip dalam parlemen, yang kemudian mundur di tengah tuduhan dia meraba dua pria saat mabuk.
Dalam waktu kurang dari 24 jam usai Sunak dan Javid mundur, sedikitnya 43 menteri dan menteri junior juga para staf anggota parlemen dari Partai Konservatif ramai-ramai mengundurkan diri.
Di hadapan anggota parlemen Inggris, Johnson bersikeras menyatakan negaranya membutuhkan 'pemerintahan yang stabil, saling mencintai sebagai anggota Partai Konservatif, melanjutkan prioritas kita'. Namun, teriakan 'Bye, Boris' menggema di dalam ruang sidang parlemen pada akhir pidato Johnson.
Penolakan Johnson untuk mundur berarti dia kemungkinan akan menghadapi voting kedua untuk mosi tidak percaya, setelah sebelumnya berhasil lolos.