Penembakan brutal di Amerika Serikat (AS) lagi-lagi terjadi. Kali ini, aksi penembakan mematikan terjadi di di area parkir sebuah gereja di Iowa, AS.
Dilansir dari Reuters, Jumat (3/6/2022), kepolisian setempat melaporkan dua wanita tewas setelah ditembak seorang pria di area parkir gereja di Iowa pada Kamis (2/6) waktu setempat. Pria pelaku penembakan, sebut polisi, kemudian menembak dirinya sendiri hingga tewas.
Penembakan di Iowa ini terjadi sesaat setelah Presiden Joe Biden menyampaikan pidato emosional membahas kekerasan bersenjata di AS, setelah penembakan massal terjadi di New York, Texas dan Oklahoma, dalam beberapa pekan terakhir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penembakan fatal di Iowa ini tepatnya terjadi di luar Gereja Cornerstone yang ada di sebelah timur kota Ames. Wakil kepala kantor Sheriff Story County, Nicholas Lennie, menyatakan sebuah acara gereja sedang berlangsung di dalam ketika penembakan terjadi di area parkir.
Ketika polisi tiba di lokasi kejadian, sebut Lennie, mereka mendapatkan ada tiga orang tewas. Identitas korban dan pelaku yang tewas tidak diungkap ke publik. Tidak dijelaskan juga hubungan antara korban dan pelaku.
Motif di balik penembakan ini belum diketahui secara jelas. "Itu tampaknya merupakan insiden penembakan tunggal, yang terisolasi," sebut Lennie.
Penembakan-penembakan Lainnya
Sebuah penembakan lainnya dilaporkan terjadi pada Kamis (2/6) waktu setempat dan melukai dua orang yang menghadiri pemakaman di sebuah tempat pemakaman di Racine, Wisconsin.
Selain itu, penembakan brutal juga terjadi di sebuah rumah sakit kampus di Tulsa, Oklahoma. Akibatnya, 4 orang tewas.
Dilansir dari CNN, Kamis (2/6), pelaku penembakan tewas di tempat. Wakil Kepala Departemen Kepolisian Tulsa Eric Dalgleish menduga pelaku tewas dengan menembak dirinya sendiri.
Petugas keamanan menerima laporan penembakan di Natalie Medical Building sekitar pukul 16.52 waktu setempat. Petugas tiba pada pukul 16.56.
Lihat video 'Penembakan di AS Kembali Terjadi, 4 Orang Tewas di Oklahoma':
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Pelaku dan petugas sempat melakukan kontak selama 5 menit. Tidak ada petugas yang terluka.
"Adegan itu cukup terbatas pada satu bagian dari lantai itu, di lantai dua," kata Dalgleish.
Pada akhir Mei 2022 lalu penembakan ngeri juga terjadi di Ovalde, Texas. 21 orang, di mana 19 di antaranya merupakan siswa dan 2 lainnya merupakan guru tewas usai ditembaki oleh pelaku, Salvador Ramos (18). Selain itu, belasan siswa lainnya juga terluka.
Sebelum menyerang sekolah, penembak itu membunuh neneknya, menabrak kendaraan di dekat sekolah, dan kemudian masuk ke ruang kelas. Dia lalu menutup pintu dan melepaskan tembakan ke arah para murid dan guru, kata juru bicara Departemen Keamanan Publik, Texas, Chris Olivarez.
Penembak itu kemudian ditembak mati oleh petugas. Media lokal melaporkan penembak yang masih remaja itu kemungkinan merupakan seorang siswa sekolah menengah setempat.
CBS News melaporkan bahwa pelaku bersenjatakan sepucuk pistol, sepucuk senapan semi-otomatis AR-15, dan magazin berkapasitas tinggi.
Distrik Uvalde, yang dihuni 16.000 jiwa, terletak sekitar 136 kilometer sebelah barat Kota San Antonio. Para siswa dilaporkan telah dievakuasi dari sekolah. Ada sekitar 500 murid di sekolah itu.
Penembakan itu adalah yang terparah di sekolah dasar AS sejak meninggalnya 20 anak dan enam orang dewasa di sekolah Sandy Hook sepuluh tahun lalu.
Biden meminta parlemen AS bertindak. Simak pernyataan Biden di halaman selanjutnya.
Biden Minta Parlemen Bertindak
Presiden AS Joe Biden sebelumnya menyampaikan permohonan emosional untuk para anggota parlemen AS agar mengambil tindakan terhadap kekerasan senjata yang marak di negara tersebut. Biden menyerukan adanya larangan untuk senjata serbu yang kerap digunakan dalam aksi penembakan massal.
Seperti dilansir AFP, Jumat (3/6/2022), permohonan dan seruan itu disampaikan Biden dalam pidato berdurasi 17 menit pada Kamis (2/6) waktu setempat, dengan 56 lilin dinyalakan di sepanjang koridor di belakangnya, mewakili negara bagian dan wilayah AS yang dilanda kekerasan bersenjata.
Pidato itu mencakup seruan terbaru untuk aturan senjata api yang lebih ketat di AS, setelah penembakan massal terjadi di Texas dan New York beberapa waktu lalu.
"Berapa banyak lagi pembantaian yang akan kita biarkan?" ucap Biden dalam pidatonya, yang disampaikan dengan nada kemarahan dan sesekali nyaris berbisik.
"Kita tidak bisa mengecewakan rakyat Amerika lagi," imbuhnya, sembari mengecam penolakan mayoritas Senator Partai Republik untuk mendukung aturan hukum lebih ketat sebagai hal yang 'tidak masuk akal'.
Setidaknya, sebut Biden, para anggota parlemen AS harus menaikkan batasan usia untuk pembelian senjata serbu, dari 18 tahun menjadi 21 tahun. Hal itu dipandang menjadi salah satu langkah untuk membantu mengurangi tindak kekerasan bersenjata yang mengubah sekolah dan rumah sakit menjadi 'zona pembunuhan'.
Dalam pidatonya, Biden juga mendorong para anggota parlemen AS untuk mengambil sejumlah langkah termasuk memperkuat pemeriksaan latar belakang, melarang magazin berkapasitas tinggi, mewajibkan penyimpanan senjata yang aman dan memungkinkan produsen senjata untuk bertanggung jawab atas tindak kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan produk-produk mereka.
"Selama dua dekade terakhir, lebih banyak anak usia sekolah tewas karena senjata daripada jumlah polisi dan personel militer yang bertugas jika digabungkan. Pikirkan soal itu," cetusnya.