Para tentara Ukraina yang menyerahkan diri kepada pasukan Rusia di pabrik baja Azovstal di kota Mariupol beberapa pekan lalu, terancam hukuman mati. Rusia sebelumnya menyatakan tentara-tentara Ukraina yang menyerahkan diri itu akan diadili sebelum dipertimbangkan untuk dilakukan pertukaran tahanan.
Seperti dilansir AFP, Selasa (31/5/2022), hal tersebut disampaikan oleh Menteri Kehakiman pada wilayah Republik Rakyat Donetsk, Ukraina bagian timur, Yuri Sirovatko. Republik Rakyat Donetsk atau DNR yang dikuasai separatis pro-Moskow diketahui telah menyatakan kemerdekaan mereka.
"Pengadilan akan mengambil keputusan soal mereka," tegas Sirovatko dalam pernyataan seperti dikutip kantor berita RIA Novosti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk kejahatan semacam itu, kita memiliki bentuk hukuman tertinggi di DNR -- hukuman mati," sebutnya.
"Semua tahanan perang ada di wilayah DNR," imbuh Sirovatko, sembari menyebut ada sekitar 2.300 tentara dari Azovstal di antara para tahanan perang itu.
Ratusan pertempur Ukraina di kota pelabuhan strategis Mariupol yang ada di area pantai Laut Azov, Ukraina bagian tenggara, menyerahkan diri pada bulan ini, setelah bertahan di dalam terowongan bawah tanah yang ada di kompleks pabrik baja Azovstal selama berminggu-minggu.
Lihat juga Video: Jurnalis Prancis Tewas Kena Bom Rusia, Zelenskiy Sampaikan Belasungkawa
Kiev melontarkan keinginan untuk melakukan pertukaran tahanan dengan Rusia, yang melibatkan para tentara dan petempur Ukraina itu. Namun Moskow mengindikasikan keinginan agar tentara dan petempur Ukraina itu diadili terlebih dulu.
Di antara para petempur Ukraina yang menyerahkan diri terdapat anggota resimen Azov, bekas unit paramiliter yang terintegrasi ke dalam Angkatan Bersenjata Ukraina. Rusia menggambarkan unit itu, yang sebelumnya terkait kelompok sayap kanan jauh, sebagai organisasi neo-Nazi.
Dalam percakapan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Sabtu (28/4) lalu, pemimpin Prancis dan Jerman mendesaknya untuk membebaskan para petempur Ukraina dari Azovstal.