Pengadilan Turki menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada aktivis terkemuka Osman Kavala (64) atas dakwaan kontroversial mencoba menggulingkan pemerintah. Dakwaan ini telah membuatnya mendekam di penjara tanpa vonis hukuman selama lebih dari empat tahun.
Dilansir dari kantor berita AFP, Selasa (26/4/2022), dalam sidang putusan yang digelar pada Senin (25/4) waktu setempat, panel tiga hakim juga memenjarakan tujuh terdakwa lainnya masing-masing selama 18 tahun, dengan dakwaan membantu upaya menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan ketika itu selama protes besar-besaran pada 2013.
Putusan ini dengan cepat mendapat kecaman dari beberapa negara Barat serta para aktivis hak asasi manusia - beberapa di antaranya menangis di ruang sidang usai mendengar putusan hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Washington mengatakan pihaknya "sangat terganggu" dengan vonis yang "tidak adil" tersebut.
"Amerika Serikat sangat terganggu dan kecewa dengan keputusan pengadilan tersebut," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price dalam sebuah pernyataan.
Adapun Jerman mengatakan bahwa pengkritik Erdogan itu harus "segera dibebaskan".
Kepala diplomat Uni Eropa, Josep Borrell, juga mengutuk vonis itu karena mengabaikan perintah pembebasan Kavala dari Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa.
"Hari ini, kita telah menyaksikan parodi keadilan dengan proporsi yang spektakuler," kata direktur Amnesty International Eropa, Nils Muiznieks.
Di persidangan, Kavala mengatakan kepada pengadilan melalui tautan video dari penjara berpengamanan tinggi di dekat Istanbul, bahwa dia memandang seluruh proses sebagai "pembunuhan yudisial".
"Ini adalah teori konspirasi yang disusun berdasarkan alasan politik dan ideologis," kata Kavala di pengadilan beberapa saat sebelum vonis dijatuhkan.
Kavala sebelumnya dikenal sebagai pengusaha dan filantropis yang menghabiskan sebagian dari kekayaannya untuk mempromosikan budaya dan proyek yang bertujuan untuk mendamaikan Turki dan musuh bebuyutannya, Armenia.
Namun, Erdogan menggambarkannya sebagai agen sayap kiri dari miliarder Amerika Serikat kelahiran Hungaria, George Soros dan menuduhnya menggunakan uang asing untuk mencoba menggulingkan pemerintah.
"Kita tidak akan pernah bisa bersama dengan orang-orang seperti Kavala," kata Erdogan pada tahun 2020.
Kavala adalah satu dari puluhan ribu orang Turki yang dipenjara atau dipecat dari pekerjaan mereka dalam operasi pembersihan menyusul upaya kudeta terhadap Erdogan yang telah menjadi presiden Turki pada 2016.
Kavala pertama kali didakwa mendanai gelombang aksi protes tahun 2013, yang oleh beberapa analis dipandang sebagai asal mula sikap Erdogan yang lebih otoriter di paruh kedua masa 20 tahun pemerintahannya.
Pengadilan membebaskannya pada Februari 2020, namun kemudian dia kembali ditangkap polisi sebelum dia sempat pulang ke rumah istrinya. Pengadilan lain kemudian menuduhnya terlibat dalam kudeta 2016 yang gagal.
Kavala akhirnya menghadapi sejumlah dakwaan dan baru divonis bersalah dan dihukum penjara seumur hidup pada persidangan Senin (25/4) waktu setempat.