Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Mevlut Cavusoglu menyatakan bahwa Rusia dan Ukraina hampir mencapai kesepakatan untuk isu-isu 'kritis' dalam perundingan yang bertujuan meredakan konflik yang kini berlangsung.
Cavusoglu juga mengharapkan gencatan senjata akan terwujud jika kedua negara tidak mundur dari kemajuan yang dicapai sejauh ini dalam perundingan. Hal itu disampaikan Cavusoglu dalam wawancara dengan surat kabar lokal Hurriyet yang diterbitkan pada Minggu (20/3), seperti dilansir Reuters, Senin (21/3/2022).
Pasukan Rusia menginvasi Ukraina sejak 24 Februari lalu, dalam aksi yang disebut Presiden Vladimir Putin sebagai 'operasi militer khusus' yang dimaksudkan untuk melakukan 'demiliterisasi' dan 'de-Nazifikasi' Ukraina. Ukraina dan negara-negara Barat menyebut Putin melancarkan perang yang agresif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menlu Rusia Sergei Lavrov dan Menlu Ukraina Dmytro Kuleba menggelar pertemuan di Antalya, Turki, awal bulan ini. Cavusoglu juga hadir dalam pertemuan itu. Namun perundingan keduanya tidak membuahkan hasil yang konkret.
Tapi Cavusoglu yang juga bepergian ke Rusia dan Ukraina pekan lalu untuk berbicara dengan Lavrov dan Kuleba, menuturkan kepada Hurriyet bahwa ada 'penyesuaian posisi kedua belah pihak pada pokok pembicaraan penting, pokok pembicaraan yang kritis'.
Dia tidak menjelaskan lebih lanjut soal pokok pembicaraan yang dimaksud.
"Kita bisa mengatakan bahwa kita berharap untuk gencatan senjata jika kedua pihak tidak mengambil langkah mundur dari posisi saat ini," ucap Cavusoglu.
Secara terpisah, juru bicara kepresidenan Turki, Ibrahim Kalin, saat berbicara kepada Al Jazeera menuturkan bahwa Rusia dan Ukraina semakin dekat dalam empat isu utama.
Simak Video 'Serukan Perdamaian, Presiden Ukraina Ingin Bicara ke Rusia':
Dia menyinggung soal tuntutan Rusia agar Ukriana melepaskan ambisi bergabung NATO, tuntutan demiliterisasi dan apa yang disebut Rusia sebagai 'de-Nazifikasi' di Ukraina, juga tuntutan perlindungan bahasa Rusia di Ukraina.
Ukraina dan Barat mengecam istilah 'neo-Nazi' yang digunakan Rusia untuk menyebut pemerintahan Ukraina yang terpilih secara demokratis. Mereka menyebutnya sebagai propaganda tak berdasar. Kalin menyebut bahwa istilah semacam itu terlalu menyinggung bagi Ukraina.
Ukraina dan Rusia melaporkan sejumlah kemajuan dalam pembicaraan pekan lalu menuju formula politik yang akan menjamin keamanan Ukraina, sembari menjaga Ukraina tetap di luar NATO, meskipun masing-masing pihak saling menuduh satu sama lain membuat masalah semakin berlarut-larut.
Kalin menambahkan bahwa gencatan senjata permanen hanya akan terjadi melalui pertemuan langsung antara Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Namun dia menyatakan Putin merasa posisi perundingan untuk 'isu-isu strategis' terkait Crimea dan Donbas belum cukup untuk menggelar pertemuan langsung.
Crimea diketahui dicaplok Rusia dari Ukraina sejak tahun 2014, sedangkan wilayah Donbas yang ada di Ukraina bagian timur dikuasai kelompok separatis pro Rusia.