Penduduk Mariupol menjadi sangat putus asa di tengah pengepungan pasukan Rusia atas kota pelabuhan di Ukraina selatan itu. Saking putus asanya, beberapa orang saling menyerang untuk berebut makanan.
Hal itu disampaikan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) seperti diberitakan kantor berita AFP, Jumat (11/3/2022).
"Orang-orang mulai saling menyerang untuk mendapatkan makanan. Orang-orang mulai merusak mobil orang lain untuk mengambil bensinnya," kata perwakilan ICRC yang berbasis di Mariupol, Sasha Volkov dalam rekaman audio.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak yang tidak memiliki air sama sekali untuk diminum. Semua toko dan apotek dijarah empat hingga lima hari yang lalu," tuturnya.
"Beberapa orang masih memiliki makanan tetapi saya tidak yakin berapa lama itu akan bertahan. Banyak orang melaporkan tidak memiliki makanan untuk anak-anak," imbuh Volkov.
Badan-badan kemanusiaan mengatakan kota Mariupol menghadapi situasi seperti "kiamat", tanpa air, listrik atau pemanas selama lebih dari seminggu seiring pasukan Rusia terus membombardir kota itu.
Upaya evakuasi warga sipil telah gagal, dengan Ukraina dan Rusia saling menuduh pelanggaran gencatan senjata.
Volkov mengatakan pasar-pasar gelap telah muncul di mana penduduk Mariupol bisa mendapatkan sayuran tetapi tanpa daging, sementara pasokan medis saat ini langka.
Pesan audio Volkov juga menggambarkan adegan di mana warga sipil berjuang untuk tetap hangat dan aman dari serangan Rusia di tempat-tempat penampungan sesak.
Lihat Video: Militer Rusia Klaim Hancurkan Nyaris 900 Unit Tank Ukraina
"Orang-orang sudah sakit karena kedinginan. Mereka tidak punya tempat untuk pergi," katanya.
Beberapa pekerja ICRC telah berhasil mengumpulkan makanan untuk bertahan beberapa hari lagi dari bangunan-bangunan yang rusak atau hancur.
"Kami sudah mulai sakit, banyak dari kami, karena kelembaban dan dingin... Kami berusaha mencapai standar kebersihan sebisa mungkin tetapi tidak selalu benar-benar memungkinkan," ujar Volkov.
Kemarahan internasional atas parahnya situasi kemanusiaan di Mariupol muncul setelah serangan udara menghantam sebuah rumah sakit ibu dan anak. Serangan itu menewaskan sedikitnya tiga orang termasuk seorang anak perempuan.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Uni Eropa menyebut insiden itu sebagai "kejahatan perang".
Rusia awalnya tidak menyangkal serangan itu dan menyebut bangunan itu digunakan sebagai basis militer para petempur ultranasionalis Ukraina. Namun, belakangan Rusia menyebut tidak melancarkan serangan udara ke target darat di Mariupol. Rusia menuding serangan itu sebagai "provokasi" yang dilakukan Ukraina untuk memicu sentimen anti-Rusia.