Invasi Rusia ke Ukraina terus berlangsung. Suara-suara menentang invasi tersebut makin terdengar di Rusia. Ditambah lagi, Amerika Serikat dan sekutu telah menjatuhkan serangkaian sanksi berat terhadap Rusia atas invasi yang telah menginjak hari kelima tersebut.
Rentetan sanksi tersebut telah menimbulkan dampak bagi rakyat Rusia. Seperti apa? Berikut gambaran situasi di Rusia saat ini yang dirangkum detikcom dari berbagai sumber:
- Suku bunga meningkat tajam, antrean panjang di ATM
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari BBC, Selasa (1/3/2022), jutaan warga Rusia kini mulai merasakan dampak rangkaian sanksi yang diterapkan sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa, Jepang hingga Singapura sebagai hukuman atas invasi Rusia ke Ukraina.
"Jika saya bisa meninggalkan Rusia sekarang, saya ingin melakukannya. Tapi saya tidak bisa berhenti dari pekerjaan," kata seorang warga Rusia, Andrey.
Pria itu tidak sanggup membayar cicilan kredit rumahnya di Moskow akibat suku bunga telah meningkat tajam. Pada Senin (1/3), Rusia menaikkan suku bunganya hingga mencapai 20% guna menyiasati nilai tukar mata uang rubel yang merosot tajam akibat rangkaian sanksi.
Sepanjang akhir pekan lalu, Bank Sentral Rusia meminta rakyat agar tetap tenang guna mencegah terjadinya aksi penarikan uang besar-besaran. Namun, warga terus mendatangi ATM hingga bank untuk menarik uang sebanyak-banyaknya. Antrean panjang di ATM pun terlihat di sejumlah wilayah Rusia.
Dilaporkan, dampak sanksi ekonomi terhadap Rusia tak hanya menjatuhkan mata uang rubel, yang merosot hingga 30 persen, tetapi juga membuat bank sentral Rusia kembali menaikkan suku bunga dari 9,5% menjadi 20%. Kondisi ini turut menggerus daya beli masyarakat Rusia dan menurunkan nilai tabungan di bank.
Pasar saham Moskow pun tercatat mengalami kerugian besar karena investor melakukan aksi jual besar-besaran. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengungkapkan ini adalah sanksi yang berat. Sebelumnya, Inggris bersama AS serta Uni Eropa memutus hubungan bank-bank besar di pasar keuangan negara-negara Barat. Mereka melarang bank tersebut bertransaksi dengan bank sentral sampai Kementerian Keuangan. Kondisi ini membuat rubel terjerembap ke level terendah.
- Miliarder Rusia pindahkan kapal pesiar mewah
Sementara itu, miliarder Rusia mulai berbondong-bondong memindahkan aset kapal pesiar mewahnya. Mereka hendak menghindari sanksi lebih lanjut atas properti mereka setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Dilansir CNBC, Selasa (1/3/2022), data Marine Traffic menunjukkan ada empat kapal pesiar besar milik para pemimpin bisnis Rusia telah bergerak menuju Montenegro dan Maladewa.
Kedua wilayah ini diketahui tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan AS. Jadi, kemungkinan kapal pesiar para miliarder Rusia akan aman dari sanksi negara barat, termasuk penyitaan.
Properti para eksekutif Rusia kemungkinan akan terkena pukulan lagi, karena pemerintahan AS yang dipimpin Joe Biden baru-baru ini mengumumkan pembentukan gugus tugas yang akan membidik aset oligarki Rusia yang menguntungkan.
Di sisi lain, Prancis juga mulai menyusun daftar properti yang dimiliki oleh oligarki Rusia, termasuk mobil dan kapal pesiar. Properti-properti ini dapat disita di bawah sanksi Uni Eropa.
- Sejumlah media Rusia mengalami peretasan
Sejumlah media Rusia dilaporkan mengalami peretasan dan setidaknya situs tiga media lokal menampilkan pesan anti-Presiden Vladimir Putin. Serangan siber terhadap media-media lokal Rusia ini terjadi saat invasi Rusia ke Ukraina memasuki hari kelima.
"Warga yang terhormat. Kami mendorong Anda untuk menghentikan kegilaan ini, jangan kirimkan putra dan suami Anda pada kematian. Putin membuat kita berbohong dan menempatkan kita dalam bahaya," demikian bunyi pesan dalam bahasa Rusia yang muncul pada situs Forbes Rusia, Fontanka dan situs Takie Dela seperti dilihat CNN.
Simak juga Video: Aksi Helikopter Mi-24 Rusia Lumpuhkan Tank Lapis Baja
"Kita telah diisolasi dari seluruh dunia, minyak dan gas tidak lagi diperdagangkan. Dalam beberapa tahun, kita akan hidup seperti di Korea Utara," lanjut pesan tersebut, seperti dilansir CNN, Senin (28/2/2022).
"Mengapa kita perlu melakukan ini? Untuk menempatkan Putin dalam buku pelajaran? Ini bukan perang kita, mari kita hentikan dia," imbuh pesan tersebut.
Pesan-pesan tersebut ditandatangani oleh kelompok peretas Anonymous, dan oleh kelompok yang menyebut diri mereka 'jurnalis yang peduli'.
"Pesan ini akan dihapus dan beberapa dari kita akan dipecat atau bahkan dipenjara. Tapi kita tidak bisa bertahan menghadapi ini lebih lama lagi," sebut pesan itu.
- Suara-suara kecaman atas invasi terus bergema di Rusia
Dua miliarder terkemuka Rusia, Mikhail Fridman dan Oleg Deripaska, memutuskan hubungan dengan Kremlin dan kompak menyerukan agar perang yang dimulai Rusia di Ukraina segera diakhiri.
Seperti dilansir CNN, Selasa (1/3/2022), Fridman yang lahir di Ukraina bagian barat, menulis sebuah surat kepada stafnya yang isinya mengungkapkan keinginannya agar 'pertumpahan darah berakhir'.
"Orang tua saya warga negara Ukraina dan tinggal di Lviv, kota favorit saya. Tapi saya juga menghabiskan sebagian besar hidup saya sebagai warga negara Rusia, membangun dan mengembangkan bisnis. Saya sangat terikat dengan orang-orang Ukraina dan Rusia, dan melihat konflik terkini sebagai tragedi bagi keduanya," tulis Fridman dalam suratnya.
"Krisis tidak akan merenggut nyawa dan merusak dua negara yang bersaudara selama ratusan tahun. Sementara solusi tampaknya sangat jauh, saya hanya bisa bergabung dengan orang-orang yang keinginan kuatnya adalah agar pertumpahan darah berakhir," imbuhnya.
- Demonstran antiperang ditangkapi
Ribuan warga Rusia juga telah turun ke jalan dalam beberapa hari ini untuk memprotes keputusan Rusia menginvasi Ukraina. Polisi pun melakukan penangkapan para demonstran.
Yang terbaru, polisi menangkap sejumlah demonstran yang menggelar aksi protes atas serangan Rusia ke Ukraina di Saint Petersburg, Senin (28/2/2022) waktu setempat.
Aksi protes yang dilakukan warga Rusia itu menyebabkan lebih dari 2.000 demonstran ditangkap dan ditahan di berbagai wilayah Rusia sepanjang Minggu (27/2/2022). Dilansir dari AFP, Senin (28/2/2022), kelompok pemantau OVD-Info mengungkapkan otoritas Rusia menahan 2.114 orang dalam berbagai unjuk rasa antiperang yang digelar Minggu (27/2) waktu setempat. Dengan tambahan itu, total sudah ada 5.250 orang yang ditahan otoritas Rusia sejak invasi militer ke Ukraina dimulai pekan lalu.