Menteri Luar Negeri (Menlu) Lithuania, Gabrielius Landsbergis, memperingatkan bahwa China akan menargetkan lebih banyak negara dengan 'pemaksaan ekonomi' kecuali negara-negara yang 'berpikiran sama' menolak dengan tegas.
Seperti dilansir AFP, Rabu (9/2/2022), peringatan ini disampaikan Landsbergis dalam kunjungannya ke Canberra untuk membuka Kedutaan Besar pertama Lithuania di Australia pada Rabu (9/2) waktu setempat.
Sembari melontarkan lelucon bahwa Lithuania dan Australia menjadi bagian dari 'klub eksklusif' yang ditargetkan China, Landsbergis menyatakan: "Kita jelas bukan yang terakhir."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam konferensi pers bersama Menlu Australia Marise Payne, Landsbergis bersikeras mencetuskan bahwa negara-negara yang satu pemikiran harus menggunakan 'sarana dan regulasi' untuk 'melawan paksaan dan tidak menyerah pada tekanan politik dan ekonomi'.
Lithuania yang merupakan negara pertama yang menyatakan kemerdekaan dari Uni Soviet pada awal tahun 1990-an, telah membuat marah China pada Juli tahun lalu ketika mengizinkan Taiwan membuka pos diplomatik di ibu kota Vilnius.
Partai Komunis yang berkuasa di China tidak mengakui Taiwan sebagai negara, dan menganggap pulau yang memiliki pemerintahan demokratis sendiri itu sebagai provinsi yang memisahkan diri.
Sejak bersitegang dengan China, hubungan diplomatik kedua negara memburuk dan ekspor Lithuania dihentikan begitu saja di perbatasan China, namun Beijing membantah tuduhan pihaknya melakukan 'embargo bayangan'.
Simak juga Video: Putin Temui Xi Jinping di Beijing, Waspada Perang Dunia Ke-3?
Secara terpisah, Australia juga mengalami hal serupa dengan sebagian besar ekspornya secara efektif dilarang mencapai wilayah China usai rentetan pertikaian politik antara kedua negara dalam dua tahun terakhir.
Dalam pernyataannya, Landsbergis menyebut keputusan Uni Eropa untuk membawa perlakuan China terhadap Lithuania kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai salah satu contoh bagaimana negara-negara bisa merespons 'pemaksaan politik' dari China.
Secara terpisah, Payne juga mengatakan sangat penting bagi 'negara-negara satu pemikiran' untuk bekerja bersama dan terus 'konsisten dalam pendekatan terhadap masalah ini'.
"Saya pikir kita mengirimkan pesan paling kuat soal penolakan kita terhadap pemaksaan dan penolakan kita terhadap otoritarianisme," sebutnya.