Pasukan keamanan Sudan menembak mati tiga pengunjuk rasa dalam demonstrasi menentang militer pada Kamis (6/1). Kondisi unjuk rasa anti-militer di Sudan pun semakin mencekam.
"Seorang pengunjuk rasa ketiga, yang belum diidentifikasi, tewas setelah dia terkena peluru tajam di dada oleh pasukan putchist selama demonstrasi di Kharotum Utara," kata Komite Pusat Dokter Sudan, seperti dilansir AFP, Jumat (7/1/2021).
Ketiga pengunjuk rasa yang tewas itu ditembak peluru tajam di bagian kepala, panggul, hingga dada. Komite Pusat Dokter Sudan menyebut pembunuhan terbaru itu menjadikan 60 korban tewas dalam tindakan keras keamanan sejak pengambilalihan militer pada 25 Oktober lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petugas medis juga menghitung lebih dari 300 orang terluka akibat peluru tajam, peluru karet, dan tembakan gas air mata yang terus-menerus. Menurut para saksi, banyak pengunjuk rasa di Khartoum terluka dan kesulitan bernapas karena tembakan gas air mata yang berat.
Namun, pihak berwenang membantah menggunakan peluru langsung dalam menghadapi protes. Demonstran tetap tidak terpengaruh oleh risiko, yang pada 17 November melihat 15 pengunjuk rasa ditembak mati di hari paling berdarah sejauh ini.
"Kami tidak akan berhenti sampai kami mendapatkan kembali negara kami," teriak seorang pengunjuk rasa, Samar al-Tayeb.
Demonstran lain membakar ban untuk membuat barikade yang menyala di jalanan. Massa berbaris menuju istana presiden di Khartoum ketika pasukan keamanan menembakkan tembakan gas air mata dan pengunjuk rasa melemparkan batu ke arah pasukan keamanan.
"Pawai kami akan berlanjut sampai kami memulihkan revolusi dan pemerintahan sipil kami, bahkan jika para martir jatuh di antara kami," kata Mojataba Hussein, seorang pengunjuk rasa berusia 23 tahun.