.webp)
Tingkat infeksi melonjak di seluruh Afrika Selatan sebagai akibat dari varian Omicron, varian baru virus Corona yang lebih cepat menular. Namun, meski begitu, lebih sedikit orang yang meninggal atau memerlukan perawatan di rumah sakit dibandingkan dengan gelombang COVID-19 sebelumnya.
Seperti diberitakan kantor berita AFP, Jumat (17/12/2021), Michelle Groome, pejabat Institut Nasional untuk Penyakit Menular (NICD) mengatakan, pada hari Rabu (15/12), Afrika Selatan mencatat jumlah kasus infeksi tertinggi yang pernah terjadi di negara itu selama pandemi, yang didorong oleh penyebaran cepat Omicron.
"Rawat inap tidak meningkat pada tingkat yang dramatis," katanya pada konferensi pers, Jumat (17/12).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mulai melihat beberapa peningkatan, tetapi peningkatan kematian yang relatif kecil," imbuhnya.
Wassila Jassat, juga dari NICD, mengatakan jumlah orang yang membutuhkan oksigen "lebih rendah dibandingkan dengan periode gelombang COVID-19 sebelumnya."
"Pasien tampaknya tinggal (di rumah sakit) untuk jangka waktu yang lebih pendek," katanya.
Menteri Kesehatan Afrika Selatan Joe Phaahla mengatakan bahwa data tersebut tidak berarti bahwa varian Omicron kurang ganas, melainkan karena vaksin yang mencegah penyakit serius.
"Mungkin karena cakupan vaksin yang signifikan," terutama di kalangan orang tua, katanya.
Sekitar 31 persen populasi Afrika Selatan telah divaksinasi lengkap, tetapi jumlahnya meningkat menjadi 66 persen untuk orang di atas 60 tahun. Diketahui bahwa orang-orang lanjut usia paling berisiko mengalami gejala serius.
Varian Omicron pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan dan Botswana bulan lalu, memicu kepanikan global atas kekhawatiran bahwa varian itu lebih menular daripada varian-varian virus Corona lainnya.
Dengan total lebih dari tiga juta kasus infeksi yang tercatat sejauh ini, Afrika Selatan merupakan negara yang paling terpukul akibat pandemi virus Corona di benua Afrika.
