Rusia memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang secara resmi mengaitkan perubahan iklim dengan keamanan global, yang didukung oleh mayoritas negara anggota DK PBB.
Seperti diberitakan kantor berita AFP, Selasa (14/12/2021), didukung oleh Niger dan Irlandia, draf resolusi tersebut meminta Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres untuk "mengintegrasikan risiko keamanan terkait iklim sebagai komponen utama ke dalam strategi pencegahan konflik yang komprehensif."
Draf tersebut mendapat dukungan dari 12 negara anggota DK PBB, atau nyaris semua dari total 15 negara anggota DK PBB. Dalam voting DK PBB yang digelar Senin (13/12) waktu setempat, China memutuskan untuk abstain, sementara India menolak draf tersebut, dengan alasan bahwa pemanasan global terutama merupakan masalah yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, bukannya keamanan internasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Draf resolusi tersebut telah meminta Sekjen PBB untuk melaporkan dalam waktu dua tahun "tentang implikasi keamanan" dari perubahan iklim pada isu-isu yang ditangani oleh Dewan Keamanan, dan mencari rekomendasi tentang bagaimana risiko ini dapat ditangani.
Sejumlah diplomat yang berbicara dengan syarat anonim, menyebut bahwa veto yang dilakukan Rusia sulit dipahami mengingat resolusi itu sendiri "tidak radikal".
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan "tidak ada pembenaran" untuk veto Moskow tersebut.
"Krisis iklim adalah krisis keamanan," katanya.
Sebelum voting DK PBB tersebut, Dubes Irlandia untuk PBB, Geraldine Byrne Nason, mengatakan bahwa resolusi itu hanya "langkah pertama yang sederhana."
"Kita perlu lebih memahami hubungan ini, antara keamanan dan perubahan iklim," katanya. "Kita perlu melihatnya secara global," imbuhnya.
Dubes Niger untuk PBB, Abdou Abarry, menyebut penolakan terhadap draf resolusi tersebut "berpandangan sempit."
Itu adalah yang terbaru dari serangkaian veto Rusia di Dewan Keamanan PBB, pada isu-isu mulai dari Ethiopia dan Libya, hingga Sudan dan Republik Afrika Tengah.
China sering bersekutu dengan Rusia di Dewan Keamanan PBB, di mana Amerika Serikat di bawah Presiden Joe Biden tidak banyak berbuat untuk bertindak sebagai penyeimbang.