Vonis hukuman penjara yang dijatuhkan pada pemimpin sipil terguling Myanmar, Aung San Suu Kyi menuai kecaman global.
Namun, seorang pejabat senior junta militer Myanmar mengatakan bahwa vonis bui tersebut menunjukkan tidak ada seorang pun yang kebal hukum. Pejabat itu juga mengatakan bahwa panglima militer telah meringankan hukuman Suu Kyi dengan "alasan kemanusiaan".
Seperti diberitakan kantor berita Reuters dan Channel News Asia, Rabu (8/12/2021), Menteri Informasi Maung Maung Ohn juga mengatakan bahwa sistem peradilan Myanmar tidak memihak. Ditegaskannya, vonis hukuman yang dijatuhkan pada hari Senin (6/12) terhadap peraih Nobel itu telah sesuai dengan hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aung San Suu Kyi (76) awalnya dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena hasutan dan melanggar peraturan COVID-19. Namun, para pemimpin junta militer Myanmar kemudian mengurangi hukumannya menjadi dua tahun penjara.
"Tidak ada seorang pun di atas hukum," kata Maung Maung Ohn, seraya menambahkan bahwa sistem peradilan Myanmar "tidak memihak".
Dia berbicara pada konferensi pers di mana dia dan menteri investasi junta mengatakan situasi di negara itu stabil.
Mereka mengatakan persiapan untuk pemilihan umum yang akan diadakan sebelum Agustus 2023 sedang berlangsung, tetapi mereka tidak mengkonfirmasi apakah partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi, akan diizinkan untuk bertarung.
Myanmar telah berada dalam krisis sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari, menangkap Suu Kyi dan sebagian besar pejabat pemerintahannya.
Pasukan keamanan junta yang berusaha untuk memberantas oposisi sejak itu telah menewaskan lebih dari 1.200 orang, menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Pemberontakan bersenjata pun kemudian bermunculan di seluruh negeri.
Pada hari Minggu (5/12) lalu, pasukan keamanan Myanmar yang berada dalam sebuah truk menabrak demonstran di ibu kota komersial Yangon, menewaskan sedikitnya lima orang.