Ratusan orang menggelar aksi protes di Yerusalem untuk menuntut pemerintah Israel menyelamatkan orang-orang Yahudi Ethiopia dari negara yang dilanda konflik itu.
"Aliya (imigrasi) sekarang!" dan "Selamatkan mereka!", kata para demonstran di luar kantor Perdana Menteri (PM) Israel Naftali Bennett, sembari membawa foto-foto anggota keluarga.
Seperti diberitakan kantor berita AFP, Senin (15/11/2021), setahun pertempuran di Ethiopia antara pemberontak Tigray dan pasukan pemerintah telah menyebabkan ratusan ribu orang dalam kondisi kelaparan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di antara para demonstran adalah Menteri Integrasi yang kelahiran Ethiopia, Pnina Tamano-Shata, seorang anggota pemerintahan koalisi Bennett yang beragam.
"Saya bersumpah untuk tidak meninggalkan perjuangan ini untuk membawa keluarga kami ke Israel," katanya.
Menurut sebuah komite pendukung, Kementerian Dalam Negeri dan Imigrasi telah setuju untuk membantu penyatuan kembali sekitar 5.000 orang Ethiopia dengan anggota keluarga mereka yang tinggal di Israel.
Namun, para pejabat kementerian, yang dihubungi oleh AFP, mengatakan tidak ada keputusan seperti itu yang diambil.
Komunitas Ethiopia Yahudi Israel, yang dikenal sebagai Falasha, berjumlah lebih dari 140.000. Mereka sering mengeluhkan diskriminasi dan kurangnya dukungan pemerintah.
Pada akhir tahun 2020, pemerintah Israel mengizinkan 2.000 orang Falasha yang memiliki keluarga di negara Yahudi tersebut untuk berimigrasi.
Falasha bersikeras pada aliya, atau "hak untuk kembali" mereka, sebuah hukum Israel yang memungkinkan orang Yahudi dari mana saja di dunia untuk bermukim kembali di Israel dan mendapatkan kewarganegaraan otomatis.
Selama ini, otoritas agama Israel lambat untuk mengakui orang Ethiopia sebagai orang Yahudi.
Baru pada tahun 1984, dan kemudian pada tahun 1991, negara Yahudi tersebut mengorganisir penerbangan udara besar-besaran untuk sekitar 80.000 orang Ethiopia. Banyak dari mereka akhirnya tinggal di wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel.